BERITA PAJAK HARI INI

Validasi Data NIK-NPWP Terus Berlanjut, Begini Posisi Saat Ini

Redaksi DDTCNews
Rabu, 26 Oktober 2022 | 08.00 WIB
Validasi Data NIK-NPWP Terus Berlanjut, Begini Posisi Saat Ini

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews – Validasi data Nomor Induk Kependudukan (NIK) dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) terus berlangsung. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Rabu (26/10/2022).

Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal mengatakan dari 68 juta NPWP yang diverifikasi, lebih dari 50 juta di antaranya sudah valid. Menurutnya, proses validasi data akan berlanjut hingga semua data NIK terintegrasi dengan NPWP.

"Ada beberapa yang masih dalam proses konfirmasi, tetapi konfirmasi ini hanya proses administrasi yang kami tanyakan ke wajib pajak," katanya.

Seperti diberitakan sebelumnya, Ditjen Pajak (DJP) akan mengirimkan email blast mengenai pemberlakuan NPWP dengan format baru kepada 18,68 juta wajib pajak orang pribadi. Jika belum bisa login menggunakan NIK, wajib pajak perlu melalukan pemutakhiran data secara mandiri.

Selain integrasi NIK dan NPWP, ada pula ulasan terkait dengan perkembangan penyusunan ketentuan teknis yang diperlukan untuk menerapkan prinsip ultimum remedium dalam menangani pelanggaran pada bidang cukai.

Berikut ulasan berita selengkapnya.

Proses Validasi Data NIK-NPWP Terus Berjalan

Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal mengatakan integrasi NIK dan NPWP perlu dilakukan karena pemerintah ingin memberi kepastian dan keadilan bagi wajib pajak. Kebijakan ini memberikan kesetaraan serta mewujudkan administrasi perpajakan yang efektif dan efisien.

"Hampir seluruhnya dapat diselesaikan dan ini prosesnya masih kita jalankan,” ujar Yon. (DDTCNews)

Pihak Lain yang Mensyaratkan NPWP

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Ditjen Pajak (DJP) Neilmaldrin Noor mengatakan hingga saat ini, pihak lain penyelenggara layanan administrasi yang mensyaratkan NPWP masih belum bisa menggantinya dengan NIK.

“Proses integrasi NIK dengan NPWP masih dilakukan secara bertahap dan digunakan dalam layanan administrasi perpajakan secara terbatas sampai dengan tanggal 31 Desember 2023," katanya.

Sesuai dengan ketentuan dalam PMK 112/2022, penggunaan NIK sebagai NPWP oleh pihak lain penyelenggara administrasi sudah menjadi keharusan mulai 1 Januari 2024. Selain NIK, NPWP yang dipakai berformat 16 digit. (DDTCNews)

Ultimum Remedium pada Bidang Cukai

Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa DJBC Nirwala Dwi Heryanto mengatakan ketentuan teknis ultimum remedium pada bidang cukai akan berupa peraturan pemerintah (PP) dan peraturan menteri keuangan (PMK). Ketentuan tersebut ditargetkan dapat berlaku mulai 2023.

"PP dan PMK tersebut ditargetkan dapat selesai pada akhir Desember 2022 dan akan diberlakukan pada 1 Januari 2023," katanya.

Nirwala menuturkan penerapan prinsip ultimum remedium dalam pelanggaran cukai telah diatur dalam UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Dalam hal ini, 1 PP dan 2 PMK akan diterbitkan untuk mengimplementasikannya. (DDTCNews)

Pemajakan Industri Fintech

Pemerintah telah resmi menerapkan ketentuan pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPN) atas penyelenggaraan teknologi keuangan (financial technology/fintech).

Kementerian Keuangan memandang PMK 69/2022 dapat memberikan kesetaraan perlakuan antara industri fintech dan industri konvensional. Selain itu, pemajakan industri fintech juga akan lebih mudah meski sektor tersebut terus berkembang pada masa depan.

"Niscaya pemajakan atas industri teknologi keuangan yang terus berkembang pada masa depan akan lebih mudah dilakukan tanpa takut kehilangan momentumnya," kata Kementerian Keuangan dikutip dari laporan APBN Kita. (DDTCNews)

Utang Pemerintah

Kementerian Keuangan mencatat posisi utang pemerintah hingga September 2022 mencapai Rp7.420 triliun. Rasio utang pemerintah terhadap produk domestik bruto (PDB) sebesar 39,3%. Secara nominal maupun rasio, posisi utang itu naik dibandingkan dengan posisi akhir bulan sebelumnya yang senilai Rp7.236,61 triliun atau 38,3%.

"Meskipun demikian, peningkatan tersebut masih dalam batas aman, wajar, serta terkendali diiringi dengan diversifikasi portofolio yang optimal," kata Kemenkeu dalam laporan APBN Kita. (DDTCNews) (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.