Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Untuk memperkuat pengawasan terhadap wajib pajak, Ditjen Pajak (DJP) mempunyai daftar prioritas yang dievaluasi tiap 3 bulan. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Kamis (13/10/2022).
Staf Ahli Menkeu Bidang Pengawasan Pajak Nufransa Wira Sakti mengatakan dengan adanya daftar prioritas pengawasan, fiskus bisa lebih fokus memantau wajib pajak. Prioritas itu disusun berdasarkan pada nilai transaksi, volume perdagangan dan pembelian, serta beberapa aspek lain.
“Sekarang diberikan daftar prioritas pengawasan. Dalam waktu 3 bulan, mereka [fiskus] akan melakukan pengawasan secara fokus dan akan dievaluasi pada 3 bulan berikutnya. Itu terus berlangsung selama 1 tahun,” ujar Nufransa.
Daftar prioritas pengawasan berisi daftar wajib pajak sasaran prioritas pengawasan kepatuhan material (PKM) kantor pelayanan pajak (KPP) pada tahun berjalan. Penyusunan daftar ini dilakukan dengan penetapan dan pemutakhiran oleh komite kepatuhan di kantor pelayanan pajak (KPP).
Berdasarkan pada informasi Kemenkeu, penetapan DPP dilakukan pada awal tahun berjalan untuk kegiatan pengawasan kuartal I. Pemutakhiran DPP dilakukan di setiap kuartal dengan menambah jumlah wajib pajak beserta masa atau tahun pajak untuk kegiatan pengawasan kuartal II, III, dan IV.
Selain mengenai daftar prioritas pengawasan, ada pula ulasan terkait dengan pemberian insentif perpajakan. Kemudian, masih ada juga bahasan tentang rencana penunjukkan penyedia marketplace dalam e-commerce sebagai pemungut pajak.
Staf Ahli Menkeu Bidang Pengawasan Pajak Nufransa Wira Sakti menjelaskan wajib pajak bisa masuk ke dalam daftar prioritas pengawasan karena diperkirakan tidak atau belum melaporkan harta dan penghasilannya ke dalam SPT Tahunan. Simak ‘Apa Itu Daftar Prioritas Pengawasan Wajib Pajak?’.
"Mereka [wajib pajak] akan dipanggil, dikirim SP2DK [Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan], ditanyakan apakah ada transaksi ini dan seperti apa pelaksanaannya," ujar Nufransa. Simak pula ‘Pakai Teknologi di Coretax, Ribuan Pegawai Ditjen Pajak Bakal Digeser’. (DDTCNews)
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menyatakan pemerintah telah memiliki berbagai skema insentif perpajakan untuk mendukung investasi dan mendorong hilirisasi. Pasalnya, hilirisasi diperlukan untuk meningkatkan nilai tambah komoditas sekaligus mendorong aktivitas ekonomi.
"Kita terus mendorong supaya ada hilirisasi. Insentif ini kita pakai supaya bisa mendorong hilirisasi," katanya. (DDTCNews)
Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) mendorong negara-negara berkembang untuk mengevaluasi pemberian fasilitas perpajakan seperti tax holiday.
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menyebut pemerintah akan terus mengamati perkembangan pembahasan solusi 2 pilar pajak global. Namun, ia tidak secara spesifik menjelaskan sikap pemerintah terhadap permintaan OECD tersebut.
"Kami nanti lihat bagaimana implementasinya. Namun, yang di OECD memang sudah dirumuskan untuk Pilar 1 dan Pilar 2," katanya. (DDTCNews)
Penunjukan platform marketplace pengadaan barang dan jasa pemerintah sebagai pemungut pajak melalui PMK 58/2022 adalah bentuk uji coba pemerintah sebelum menunjuk penyedia platform e-commerce secara umum untuk memungut pajak.
Staf Ahli Menkeu Bidang Pengawasan Pajak Nufransa Wira Sakti mengatakan marketplace pengadaan barang dan jasa pemerintah memungut pajak secara langsung atas penghasilan yang diterima oleh rekanan pemerintah.
"Saat ini DJP akan bekerja sama dengan pihak marketplace. Kita akan menunjuk beberapa marketplace untuk menjadi pemotong pajak yang akan dilakukan oleh pelaku usaha di e-commerce. Ini diujicobakan pada beberapa marketplace pemerintah yang disebut Bela Pengadaan," katanya. (DDTCNews)
Deputi Pengembangan Iklim Penanaman Modal Kementerian Investasi/BKPM Yuliot mengatakan implementasi pajak minimum global berpotensi membuat fasilitas atau insentif pajak menjadi tidak efektif diberikan.
"Kalau kita tidak memungut pajak [karena adanya insentif], mereka [perusahaan yang menerima insentif] harus membayar di negaranya," katanya.
Menurut Yuliot, kebijakan insentif pajak yang tidak berbenturan dengan pajak minimum global masih disiapkan Kementerian Keuangan. (DDTCNews) (kaw)