BERITA PAJAK SEPEKAN

WP Kaya Jadi Fokus Pengawasan, SKP Tak Bisa Terbit Setelah Jatuh Vonis

Redaksi DDTCNews
Sabtu, 01 Oktober 2022 | 08.35 WIB
WP Kaya Jadi Fokus Pengawasan, SKP Tak Bisa Terbit Setelah Jatuh Vonis

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Pengawasan wajib pajak lagi-lagi menjadi sorotan. Sebagai konsekuensi dari kenaikan target penerimaan pajak pada 2023 mendatang, Ditjen pajak (DJP) akan menaruh perhatian lebih banyak terhadap aspek ekstensifikasi dan pengawasan terhadap wajib pajak kaya. 

Topik ini banyak diperbincangkan oleh netizen sepanjang sepekan terakhir. 

Seperti diketahui, penerimaan pajak pada tahun depan dipatok Rp1.718,03 triliun. Angka ini naik Rp2,9 triliun dibandingkan target awal yang dituangkan dalam RAPBN 2023. 

Guna mengejar target yang naik tersebut, otoritas akan melakukan penguatan ekstensifikasi pajak serta pengawasan terarah berbasis kewilayahan. Salah satu caranya, mengimplementasikan penyusunan daftar prioritas pengawasan serta memperketat pengawasan terhadap wajib pajak high net-worth individual (HNWI) dan wajib pajak grup. 

Basis pemajakan juga akan terus diperluas melalui tindak lanjut atas program pengungkapan sukarela (PPS) dan implementasi nomor induk kependudukan (NIK) sebagai nomor pokok wajib pajak (NPWP). 

Seperti implikasi lain dari kenaikan target penerimaan pajak tahun depan? Baca artikel lengkapnya, Target Pajak 2023 Naik, DJP Fokus Ekstensifikasi dan Awasi WP Kaya.

Masih berkaitan dengan aspek pengawasan dan penegakan hukum, DJP juga mengingatkan wajib pajak soal ketentuan penerbitkan surat ketetapan pajak (SKP). DJP tidak bisa menerbitkan SKP terhadap wajib pajak yang sudah mendapat vonis di pengadilan. 

K.etentuan tersebut berlaku setelah dihapuskannya Pasal 13 ayat (5) dan Pasal 15 ayat (4) UU KUP melalui UU Cipta Kerja.

Ketika vonis sudah diberikan, wajib pajak harus membayar kerugian pada pendapatan negara (KPPN) beserta sanksi administrasi. Setelah wajib pajak melunasi semua kewajibannya tersebut, jika mengacu pada ketentuan yang lama, DJP tetap bisa menerbitkan SKP.

Artikel lengkapnya, baca Wajib Pajak Kena Vonis di Pengadilan, DJP Tak Bisa Terbitkan SKP Lagi.

Selain kedua topik di atas, masih banyak isu perpajakan lain yang jadi sorotan netizen. Berikut adalah 5 artikel lain dari DDTCNews yang sayang untuk dilewatkan:

1. Pemerintah Tawarkan ORI022 dengan Kupon 5,95 Persen

Pemerintah mulai membuka penawaran surat berharga negara (SBN) ritel jenis Obligasi Negara Ritel (ORI) seri 022, mulai Senin (26/9/2022).

Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Luky Alfirman mengatakan penerbitan SBN ORI022 dilakukan sebagai bagian dari upaya pendanaan APBN. Bagi para investor, ORI022 menjadi salah satu instrumen investasi yang aman dan menguntungkan.

2. Banggar DPR dan Pemerintah Sepakati RAPBN 2023, Defisit Hanya 2,84%

Pemerintah dan Badan Anggaran (Banggar) DPR RI resmi menyepakati RAPBN 2023 dalam pembicaraan tingkat I.

Setelah disetujui dalam pembicaraan tingkat I, RAPBN 2023 akan segera dibahas dalam pembicaraan tingkat II/pengambilan keputusan guna disetujui dalam rapat paripurna.

"DPR bersama pemerintah telah menyepakati pelaksanaan konsolidasi fiskal tahun 2023 ini. Telah disepakati defisit sebesar 2,84% dari PDB sesudah 3 tahun ini kita dihadapkan pandemi dan konsekuensinya yang sangat berat yang menyebabkan defisit APBN melonjak," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

3. DJP Rilis Aturan Baru Bagi Rekanan dalam Sistem Pengadaan Pemerintah

DJP menerbitkan Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-13/PJ/2022 guna memberikan kemudahan bagi rekanan pemerintah yang tergabung dalam sistem informasi pengadaan pemerintah.

Apabila rekanan pemerintah adalah pengusaha kecil, rekanan tidak perlu melaporkan PPN yang telah dipungut oleh pihak lain. Pihak lain adalah marketplace pengadaan atau ritel daring pengadaan yang terlibat langsung atau memfasilitasi transaksi antarpihak, yaitu rekanan dan instansi pemerintah.

"PPN atau PPN/PPnBM yang dipungut oleh pihak lain tidak perlu dilaporkan oleh rekanan yang merupakan pengusaha kecil berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan," bunyi Pasal 2 ayat (3) PER-13/PJ/2022.

4. DJBC Gencarkan Promosi NLE, Bakal Mudahkan Proses Logistik

Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) terus menggencarkan sosialisasi mengenai implementasi National Logistic Ecosystem (NLE) kepada para pengguna jasa.

Kepala Subdirektorat Humas dan Penyuluhan DJBC Hatta Wardhana mengatakan NLE menjadi bagian dari upaya menata sistem logistik nasional untuk menghilangkan hambatan dan mengurangi biaya arus barang dalam perdagangan internasional dan domestik. Menurutnya, implementasi NLE akan memperbaiki kinerja logistik nasional sehingga daya saing barang dan jasa Indonesia makin menguat.

"Daya saing barang dan jasa di suatu negara salah satunya dipengaruhi oleh logistic cost sehingga NLE ini diharapkan dapat membuat proses logistik menjadi lebih cepat, terstruktur, dan sistematis," katanya.

5. Soal Kewajiban Pakai e-SPT PPN 1107 PUT Versi 2022, Ini Keterangan DJP

Semua pemungut PPN selain instansi pemerintah yang baru ditunjuk dan pemungut PPN pihak lain wajib menggunakan aplikasi e-SPT baru.

Dalam Siaran Pers No. SP-53/2022, Ditjen Pajak (DJP) mengatakan pada 14 September 2022, telah diterbitkan peraturan dirjen (perdirjen) pajak untuk mengakomodasi bentuk, isi, serta tata cara pengisian dan penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) PPN bagi pihak lain.

Pihak lain dimaksud adalah pihak yang ditunjuk menteri keuangan sebagai pemotong atau pemungut pajak sesuai dengan pasal 32A UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), seperti penyelenggara transaksi kripto serta perusahaan asuransi dan reasuransi.

Sebagai tindak lanjut dari perdirjen tersebut, telah diluncurkan aplikasi e-SPT PPN 1107 PUT versi 2022. Semua pemungut PPN selain instansi pemerintah yang baru ditunjuk dan pemungut PPN pihak lain wajib menggunakan aplikasi e-SPT baru tersebut. (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.