Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) mengaku sedang mengembangkan aplikasi pelaporan realisasi repatriasi program pengungkapan sukarela (PPS).
Aplikasi ini diperlukan bagi wajib pajak peserta PPS yang berkomitmen untuk melakukan repatriasi harta atau melakukan repatriasi dan investasi harta di dalam negeri sesuai dengan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) dan PMK 196/2021.
"Aplikasi pelaporan realisasi repatriasi PPS memang belum di-deploy di laman DJP. Kami sedang menyiapkannya sistemnya," ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Neilmaldrin Noor, Rabu (30/8/2022).
Wajib pajak peserta PPS memang diwajibkan untuk merepatriasi hartanya paling lambat pada 30 September 2022. Meski demikian, laporan realisasi repatriasi tidak perlu disampaikan pada tanggal tersebut.
"Untuk pelaporan realisasinya sendiri dapat dilakukan sampai dengan batas pelaporan SPT Tahunan tahun pajak 2022 atau bulan Maret 2023," ujar Neilmaldrin.
Seperti diketahui, repatriasi harta PPS wajib dilakukan peserta PPS paling lambat pada 30 September 2022. Kemudian, harta yang dikomitmenkan untuk direpatriasi harus ditahan di dalam negeri (holding period) selama 5 tahun sejak terbitnya surat keterangan PPS.
Berdasarkan catatan DJP, terdapat harta senilai Rp16 triliun yang harus direpatriasi paling lambat pada 30 September 2022 sesuai dengan komitmen wajib pajak dalam SPPH.
Harta yang direpatriasi terdiri dari harta senilai Rp13,7 triliun yang akan dipulangkan tapi tidak diinvestasikan dan harta senilai Rp2,36 triliun yang akan direpatriasi sekaligus diinvestasikan di SBN, sektor hilirisasi SDA, atau sektor energi terbarukan.
Bila gagal melakukan repatriasi harta sesuai dengan komitmen, peserta PPS akan dikenakan PPh final tambahan atas harta tersebut. (rig)