Gedung DJBC.
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) Kemenkeu menyatakan komitmennya untuk mendukung Indonesia menjadi anggota penuh Kelompok Kerja Aksi Keuangan untuk Pencucian Uang (Financial Action Task Force/FATF).
Kepala Subdirektorat Humas dan Penyuluhan DJBC Hatta Wardhana mengatakan perlu sinergi dari seluruh kementerian dan lembaga agar Indonesia dapat menjadi anggota FATF. Dari DJBC, salah satu bentuk dukungan yang dilakukan adalah melalui penguatan pengawasan di wilayah perbatasan sebagai upaya pemberantasan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan tindak pidana pendanaan terorisme (TPPT).
"Hal ini tentu sesuai peran Bea Cukai sebagai community protector untuk melindungi masyarakat dari masuknya barang-barang ilegal dan/atau terlarang," katanya, dikutip pada Jumat (15/7/2022).
Hatta mengatakan DJBC berkomitmen melakukan penguatan penegakan hukum dan kerja sama antar pemangku kepentingan dalam melakukan operasi di wilayah perbatasan. Pengawasan perlu dioptimalkan di wilayah perairan karena seringkali dijadikan tempat terjadinya pembelian dan  penyelundupan barang-barang ilegal seperti senjata api dan bahan peledak.
Selain itu, DJBC juga melakukan pengawasan terhadap pembawaan uang tunai lintas batas yang terindikasi pendanaan terorisme.
Dia menjelaskan keanggotaan FATF akan memberikan banyak keuntungan. Dari sisi ekonomi, keanggotaan ini akan menjadi pembuktian mengenai stabilitas dan integritas sistem keuangan dan perdagangan Indonesia kepada dunia internasional.
Kemudian dari sisi industri, keanggotaan TATF akan membangun keyakinan bahwa iklim berbisnis dan berinvestasi di Indonesia aman dan terjamin. Adapun dari sisi hubungan internasional, sebagai momentum meningkatkan kredibilitas Indonesia di mata internasional sehingga berpotensi meningkatkan efektivitas kerja sama internasional.
"Oleh karena itu, diperlukan komitmen dari seluruh pihak terkait dan masyarakat untuk mendukung keberhasilan Indonesia sebagai anggota penuh FATF," ujarnya.
FATF merupakan badan antarpemerintah yang dibentuk dalam pertemuan G-7 1989 di Paris oleh para menteri di yurisdiksi anggotanya. FATF dibentuk untuk menetapkan standar dan mempromosikan kebijakan nasional dan internasional dalam hal memberantas pencucian uang, pendanaan teroris, dan ancaman lainnya terhadap integritas sistem keuangan internasional.
FATF memiliki fungsi penting dalam pemberantasan ancaman integritas sistem keuangan internasional sehingga menjadi keanggotaan FATF menjadi hal yang krusial sebagai upaya TPPU dan TPPT.
Sejak 2016, Indonesia terus berupaya agar menjadi anggota TATF. Adapun pada Juni 2019, Indonesia baru masuk dalam status sebagai observer FATF.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sempat menyebut posisi sebagai anggota TATF sangat penting karena Indonesia menjadi satu-satunya negara G-20 yang belum masuk dalam keanggotaan FATF. Agar dapat menjadi anggota, Indonesia harus mampu melewati pengujian oleh tim penilai FATF dengan menggunakan 40 rekomendasi dan 11 capaian langsung (immediate outcomes) yang disebut Mutual Evaluation Review (MER).Â
Pada 2022, proses MER memasuki fase on site visit, yakni kunjungan tim penilai FATF ke Indonesia yang berlangsung pada 17 Juli hingga 4 Agustus 2022 di Jakarta. Kegiatan ini menjadi bagian penting dalam pertimbangan utama keanggotaan FATF sekaligus menandakan kesiapan dan komitmen Indonesia dalam memerangi TPPU dan TPPT. (sap)