Sejumlah buruh perempuan melakukan aksi unjuk rasa di depan gedung DPR, Jakarta, Rabu (15/6/2022). Dalam aksinya mereka menyampaikan lima tuntutan yaitu menolak revisi UU PPP, menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja, menolak masa kampanye 75 hari atau harus 9 bulan sesuai Undang-Undang, sahkan RUU PPRT, dan tolak liberalisasi pertanian melalui WTO. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/aww.
JAKARTA, DDTCNews - Setelah merevisi UU Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (PPP) melalui UU 13/2022, pemerintah juga akan merevisi UU Cipta Kerja sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 91/PUU-XVIII/2022.
Staf Ahli Menko Perekonomian Bidang Regulasi, Penegakan Hukum, dan Ketahanan Ekonomi Elen Setiadi mengatakan perbaikan atas UU Cipta Kerja diperlukan agar undang-undang tersebut memenuhi asas-asas pembentukan undang-undang.
"Perintah untuk mengubah UU Cipta Kerja berdasarkan revisi UU PPP, ini yang akan kita lakukan ke depan," ujar Elen, Senin (4/7/2022).
Perbaikan atas UU Cipta Kerja akan dilakukan khususnya untuk memenuhi asas keterbukaan dengan cara meningkatkan partisipasi masyarakat dalam proses penyusunan undang-undang.
Revisi UU Cipta Kerja, imbuhnya, akan dilakukan sesuai dengan batas waktu yang ditetapkan oleh MK, yakni selama 2 tahun sejak dibacakannya putusan. Bila tidak, UU Cipta Kerja akan menjadi konstitusional secara permanen.
Tak hanya itu, dalam revisi UU Cipta Kerja pemerintah juga akan melakukan kajian atas materi-materi dalam UU Cipta Kerja yang selama ini menjadi keberatan masyarakat.
Menurut Elen, terdapat 19 pengujian materiil atas UU Cipta Kerja. Bila dipilah-pilah, mayoritas keberatan masyarakat atas materi UU Cipta Kerja adalah mengenai ketentuan ketenagakerjaan, lingkungan hidup, dan pertanahan.
"Kita akan melakukan kajian atas ketiga hal tersebut. Mudah-mudahan dalam beberapa waktu ini sudah selesai kita lakukan," ujar Elen. (sap)