Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak menyebut wajib pajak yang meminjam dana dari pinjaman online (pinjol) ilegal bakal menjadi pihak yang memotong dan menyetorkan PPh atas penghasilan bunga yang didapat lender atau kreditur.
Penyuluh Pajak Ahli Pratama Ditjen Pajak (DJP) Imaduddin Zauki mengatakan ketentuan pemotongan PPh Pasal 23 berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 69/2022 hanya berlaku untuk penyelenggaraan fintech yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
"Jadi [fintech] harus terdaftar di OJK. [Kalau tidak terdaftar] yang potong kewajiban PPh Pasal 23 dari bunga pinjaman tersebut ialah peminjamnya," katanya dalam acara TaxLive DJP episode: 46, dikutip pada Jumat (22/4/2022).
Imaduddin menjelaskan ketentuan tersebut merupakan cara pemerintah untuk melindungi konsumen agar melakukan peminjaman di pinjol yang legal atau terdaftar di OJK. Sebab, OJK telah menyeleksi perusahaan fintech pinjol secara ketat, salah satunya dari aspek keamanan.
Perusahaan fintech legal biasanya juga menyediakan suara pengaduan resmi untuk mendapatkan informasi terkini, termasuk soal perpajakan. Selain itu, bunga yang diberikan oleh pinjol legal lebih terukur dan jelas setiap bulannya yang ditentukan berdasarkan suku bunga.
Dia mengatakan ketentuan penunjukan pemotongan yang dilakukan pihak lain melalui PMK 69/2022 tersebut merupakan aturan turunan dari UU No. 7/2022 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Dengan demikian, saat PMK 69/2022 berlaku per 1 Mei 2022, perusahaan fintech pinjol sebagai pihak ketiga memiliki tanggung jawab utnuk memungut dan menyetor PPN serta PPh atas jasa penyelenggaraan fintech.
"Jadi Menteri Keuangan menunjuk pihak penyelenggara fintech yang merupakan pihak ketiga sebagai pemotong atau pemungut, baik PPh maupun PPN. PMK ini akan memberikan kepastian hukum dalam pemenuhan kewajiban perpajakan atas penyerahan jasa fintech," tutur Imaduddin. (rig)