PAJAK DAERAH

Kilas Balik Penerapan Pajak Petasan di Indonesia, dari Aceh hingga DKI

Nora Galuh Candra Asmarani
Rabu, 20 April 2022 | 12.30 WIB
Kilas Balik Penerapan Pajak Petasan di Indonesia, dari Aceh hingga DKI

Sejumlah anak-anak membunyikan petasan yang dibuat dari tabung dan berbahan bakar spiritus atau biasa disebut mercon bumbung di Taman Wisata Candi, Ngawi, Jawa Timur, Jumat (1/4/2022). Tradisi tersebut dilakukan setiap tahun untuk menyambut datangnya bulan Ramadhan. ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto

JAKARTA, DDTCNews - Belakangan ini viral di media sosial dengan adanya video yang memperlihatkan ledakan besar saat pemusnahan puluhan ribu petasan dan bubuk mesiu oleh Polres Bangkalan dan Tim Gegana Polda Jawa Timur.  

Pemusnahan petasan hasil sitaan petugas itu diketahui dilakukan di lahan kosong yang jauh dari pemukiman warga. Kejadian ini lantas viral lantaran ada bangunan dan rumah warga yang ikut mengalami kerusakan akibat dampak ledakan. 

Berbicara mengenai petasan, benda yang biasa ditemui terutama pada saat Ramadan, Idulfitri, dan tahun baru ini dahulu sempat menjadi sasaran pajak daerah. 

Lebih tepatnya, pajak dikenakan atas izin penjualan atau pembuatan petasan dan kembang api. Pajak ini menjadi wewenang daerah tingkat (Dati) II (Kota/Kabupaten) pada 1957 sampai dengan 1997. Dasar hukum yang mengatur pemungutan pajak ini di antaranya adalah Undang-undang (UU) Darurat No.11/1957.

Adapun daerah yang sempat menerapkan pajak atas izin penjualan/pembuatan petasan dan kembang api atau biasa juga disebut pajak petasan ini di antaranya adalah Dati II Kebumen, Kabupaten Tulungagung, Dati II Aceh Timur, dan Jakarta.

Ketentuan Pajak Petasan di Kebumen
Ketentuan pajak petasan di Kebumen tertuang dalam Peraturan Daerah (Perda) No.4/1965. Pasal 1 perda ini menyatakan pajak petasan dikenakan pada orang yang menjual petasan dan orang yang mengerjakan kebiasaan tersebut sebagai mata pecaharian di Dati II Kebumen.

Orang yang menyimpan petasan bukan untuk keperluan pribadi juga dianggap menjual petasan. Adapun orang yang menjual petasan ini disebut sebagai wajib pajak dan diharuskan mendaftarkan diri setiap tahunnya. Pendaftaran diri sebagai wajib pajak itu dilakukan setiap Januari.

Dalam hal terdapat orang yang menjadi wajib pajak dalam tahun berjalan maka wajib mendaftarkan diri dalam kurun waktu 3 hari sejak menjadi wajib pajak. Pendaftaran dilakukan melalui pegawai yang ditunjuk kepala daerah untuk menangani pendaftaran wajib pajak petasan.

Pajak petasan ini ditetapkan senilai Rp7.500 per tahun untuk tiap penjualan dan Rp150 per minggu atau bagian minggu untuk tiap penjualan. Tarif tersebut merupakan opsi yang dapat dipilih sesuai kehendak wajib pajak.

Lebih lanjut, pajak petasan itu dibayarkan kepada pemegang kas bersamaan dengan pendaftaran diri sebagai wajib pajak.  Apabila terdapat oknum yang tidak membayar maka dianggap tidak mendaftar. Adapun oknum yang menjual petasan tanpa mendaftarkan diri maka dikenakan sanksi kurungan maksimal 2 bulan atau denda maksimal Rp5.000.

Ketentuan Pajak Petasan di Daerah Lain
Sementara itu, jejak pengenaan pajak petasan pada daerah lain terlihat dalam sejumlah keputusan presiden (keppres). Misal, Keppres No.608/1961 yang mengesahkan Perda Pajak Petasan Dati II Atjeh Timur dan Keppres No.247/1959 yang mengesahkan Perda Pajak Petasan Kabupaten Tulungagung.

Ada pula Keppres No. 308/1960 yang mengesahkan Perda Pajak Petasan Kabupaten Bangkalan. Selain itu, ketentuan pajak petasan di DKI Jakarta dahulu di antaranya tertuang dalam Peraturan Daerah Khusus Ibukota Jakarta No.1/1970. (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.