BERITA PAJAK SEPEKAN

Catat! Ditjen Pajak Punya Akses Data, Bisa Tahu Jumlah Uang WP di Bank

Redaksi DDTCNews
Sabtu, 26 Maret 2022 | 08.00 WIB
Catat! Ditjen Pajak Punya Akses Data, Bisa Tahu Jumlah Uang WP di Bank

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Periode pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan 2021 bagi wajib pajak orang pribadi hanya tersisa beberapa hari lagi, hingga batas waktunya 31 Maret 2022. Wajib pajak diminta memanfaatkan sisa waktu yang ada dengan sebaik-baiknya agar terhindar dari denda keterlambatan pelaporan SPT Tahunan. 

Tak cuma itu, wajib pajak juga diminta melaporkan SPT Tahunannya dengan lengkap dan benar. Pelaporan yang dimaksud termasuk harta yang berada di bank dan industri keuangan lainnya. 

Permintaan DJP agar wajib pajak melaporkan SPT dengan lengkap dan benar bukan tanpa alasan. Penyuluh Pajak Ahli Madya DJP Eko Ariyanto mengingatkan bahwa kini DJP dapat mengakses data dan mendapatkan informasi perbankan secara leluasa. Hal ini sebagaimana ditetapkan dalam UU 9/2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan

"UU itu mengatur dasar aturannya, data perizinan, data kepemilikan sesuai dengan data yang berada di perbankan dan akses data informasi perbankan," kata Eko.

Lebih lanjut, Eko mengatakan aturan teknis UU 9/2017 tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 19 Tahun 2018 Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 70/PMK.03/2017 tentang Petunjuk Teknis Mengenai Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan.

Eko bilang dengan PMK 19/2018, DJP mempunyai akses data terhadap perbankan, asuransi, pasar modal, dan lembaga jasa keuangan lainnya. Di dalamnya meliputi rekening keuangan di bank, asuransi, saham, surat berharga, termasuk bagi perusahaan efek dan aset-aset keuangan lainnya.

"Jadi terkait data-data di perbankan akses informasi keuangan DJP punya data-datanya secara lengkap," kata Eko.

Artikel lengkap, baca Minta Lapor SPT dengan Benar, DJP Klaim Tahu Jumlah Uang WP di Bank.

Kendati memiliki akses terhadap data keuangan wajib pajak, DJP menekankan tetap mengutamakan imbauan ketimbang pemeriksaan guna meningkatkan kepatuhan. Prinsip inilah yang kemudian dituangkan DJP melalui program pengungkapan sukarela (PPS). 

Imbauan melalui email blast dan juga surat permintaan penjelasan atas data dan/atau keterangan (SP2DK) menjadi instrumen yang lebih diutamakan ketimbang melakukan pemeriksaan.

"Setelah diimbau tidak [patuh], baru diperiksa. Kalau memang diperiksa tidak [patuh] ya mungkin penegakan hukum kalau memang dirasa ada indikasi tindak pidana perpajakan. Itu staging-nya kira-kira begitu," ujar Dirjen Pajak Suryo Utomo.

Melalui compliance risk management (CRM), akan dipilah siapa wajib pajak yang hanya perlu diimbau dan siapa wajib pajak yang perlu diperiksa guna meningkatkan kepatuhan pajaknya.

"Data dan informasi kami gunakan untuk mengingatkan, kelompok yang seperti ini mengingatkannya dengan cara seperti apa berdasarkan CRM-nya," ujar Suryo.

Melalui pendekatan ini, wajib pajak diharapkan dapat secara sukarela masuk ke dalam sistem perpajakan dan mulai menunaikan kewajiban pajaknya sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan sistem self-assessment.

Suryo mengatakan DJP saat ini sudah menerima data keuangan dari perbankan, data dari yurisdiksi mitra melalui AEOI, dan data-data aset seperti kendaraan bermotor.

Artikel lengkapnya, baca Punya Akses Data, DJP Pilih Beri Imbauan Ketimbang Periksa Wajib Pajak.

Selain 2 topik di atas, masa ada sejumlah isu pemberitaan yang cukup menyita perhatian pembaca sepanjang pekan ini. Berikut ini adalah berita-berita pilihan redaksi yang sayang untuk dilewatkan:

1. Sri Mulyani Pastikan Tarif PPN 11% Mulai Berlaku 1 April 2022
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 10% menjadi 11% pada 1 April 2022 akan dilaksanakan.

Sri Mulyani mengatakan kenaikan tarif PPN diperlukan untuk memperkuat fondasi penerimaan pajak di Indonesia. Menurutnya, pajak yang terkumpul juga akan digunakan untuk membantu masyarakat yang tidak mampu.

"[Kenaikan tarif PPN tidak ditunda] karena kita menggunakannya untuk kembali ke masyarakat. Fondasinya tetap harus disiapkan," katanya.

Sri Mulyani menuturkan pemerintah dan DPR sepakat menaikkan tarif PPN tersebut melalui UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Tarif PPN sebesar 11% dimulai 1 April 2022 dan akan menjadi 12% paling lambat 1 Januari 2025.

Menurut menkeu, implementasi UU HPP bertujuan menciptakan rezim pajak yang adil dan kuat. Dari sisi keadilan, pemerintah akan membelanjakan uang pajak untuk membantu kelompok masyarakat yang berpenghasilan rendah.

2. Ngeri Kena Denda Tarif Pajak 200%, Hotman Paris Pilih Ikut PPS
Pengacara kondang Hotman Paris menyampaikan keinginannya untuk mengikuti program pengampunan pajak (PPS) yang kini sedang berlangsung hingga 30 Juni 2022.

Menurutnya, PPS merupakan kebijakan yang menarik karena dapat menghindarkan dirinya dari denda administrasi pajak sebesar 200% dari pajak penghasilan (PPh) yang tidak atau kurang bayar.

"Sanksi 200% itu terus terang saya nggak bisa tidur, makanya dalam waktu dekat saya harus menghadap kantor pajak saya mau 'tax amnesty kedua' lagi," kata Hotman.

Lebih lanjut, Hotman Paris mengatakan keinginannya mengikuti PPS lantaran kesadarannya yang dipicu oleh pendekatan pegawai pajak kepada dirinya sebagai wajib pajak.

Hotman Paris mengaku dirinya terdaftar di kantor pelayanan pajak (KPP) di wilayah kantor wilayah (Kanwil) DJP Jakarta Utara sebagai wajib pajak orang pribadi. Sementara, badan usahanya terdaftar di KPP Madya Jakarta Selatan II.

"Jujur saja saya ini agak ketakutan saya kebetulan wajib pajak di Jakarta Utara. Saya icon di DJP tapi tetap saya disuruh bayar pajak. Ini Kakanwil Jakarta Utara sudah bolak-balik kirim anak buahnya tanya ada berapa duit Pak Hotman? Kemudian badan di KPP Madya Jakarta Selatan II sama juga," ujar Hotman Paris.

3. Suket PPS Dibatalkan, DJP: Wajib Pajak Bisa Kena Tarif PP 36/2017
DJP dapat membatalkan surat keterangan (suket) program pengungkapan sukarela yang sudah diterima wajib pajak setelah menyampaikan surat pemberitahuan pengungkapan harta (SPPH).

DJP menjelaskan apabila surat keterangan PPS ternyata dibatalkan, otoritas pajak dapat mengenakan pajak atas harta bersih wajib pajak dengan menggunakan tarif Peraturan Pemerintah (PP) No. 36/2017.

"Dalam hal pembatalan surat keterangan PPS dilakukan setelah PPS berakhir, maka DJP dapat mengenakan tarif PP 36/2017 dengan menerbitkan Surat Perintah Pemeriksaan (SP2)," sebut DJP dalam laman resmi.

Bila SP2 belum diterbitkan, lanjut DJP, wajib pajak dapat mengungkapkan harta yang belum atau kurang diungkap melalui pengungkapan aset sukarela dengan tarif final atau PAS Final.

4. Begini Cara DJP Menguji Kepatuhan Pelaporan SPT Tahunan Wajib Pajak
DJP telah memiliki berbagai data dan informasi, baik dari internal maupun eksternal untuk menguji kepatuhan wajib pajak dalam pelaporan SPT Tahunan.

Eko Ariyanto mengatakan otoritas pajak mendapatkan data dari pihak eksternal berdasarkan Pasal 35 UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Untuk itu, ia berharap wajib pajak melaporkan SPT Tahunan dengan benar.

"Nah ketentuan teknis-nya ada di peraturan menteri keuangan (PMK) Nomor 228 Tahun 2012, yaitu tentang rincian data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan," katanya.

Eko menuturkan otoritas pajak memperoleh 19 unit data dari pemerintah daerah (pemda) serta 30 data berdasarkan perjanjian vertikal antara instansi pemda dan DJP.

Data-data tersebut di antaranya seperti kepemilikan kendaraan bermotor, hotel, restoran, surat izin usaha, usaha hiburan, pertambangan, perminyakan, dan lain-lain, termasuk juga data-data aset seperti emas, tanah, dan lain sebagainya.

"Semuanya ada di data Instansi, lembaga, asosiasi, dan pihak lain atau Ilap. Kami mendapatkan akses-akses data tersebut. Jadi data dan informasi yang dikumpulkan DJP tentunya sangat-sangat lengkap," tuturnya.

5. Viral Omzet Rp600 Miliar, Bos MS Glow Lapor Hartanya ke Kantor Pajak
Pemilik brand kosmetik MS Glow, Gilang Widya Pramana, mengaku telah melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan 2021 ke kantor pajak. Pemilik akun Instagram @juragan_99 ini juga menyampaikan telah mengikuti program pengungkapan sukarela (PPS) yang digelar DJP.

Adapun Gilang menyampaikan dirinya terdaftar sebagai wajib pajak di kantor pelayanan pajak (KPP) Pratama Jakarta Mampang Prapatan.

"Alhamdulillah hari ini menuntaskan kewajiban melaporkan SPT Tahunan dan melakukan program pengungkapan sukarela (PPS) di kantor pelayanan pajak pratama Jakarta Mampang Prapatan," kata Gilang dalam akun Instagram @juragan_99.

Kendati demikian, Gilang @juragan_99 yang kerap disebut-sebut sebagai crazy rich Malang itu tidak menjelaskan program PPS yang diikutinya. Sebab, dalam PPS terdapat 2 kebijakan pengampunan pajak.

"Sempat bertemu dengan Kepala KPP dan Kepala Kanwil Ditjen Pajak Jakarta Selatan. Semua dilaporkan secara transparan dan terbuka," ujar @juragan_99.

Momentum pelaporan SPT Tahunan dan keikutsertaan Gilang dalam PPS ini tepat setelah sempat viral di media sosial perihal omzet MS Glow yang mencapai Rp600 miliar per bulan. Angka ini didapat dari asumsi penjualan kosmetik brand tersebut yang tembus 2 juta unit per bulan dengan harga per produk sejumlah Rp300 ribu.

6. Ikuti Webinar Gratis DDTC! Membedah Outlook Pajak Daerah Pasca UU HKPD
DDTC Fiscal Research & Advisory serta DDTC Academy mengadakan acara Seri Webinar UU HKPD dengan tema Outlook Pajak Daerah Pasca UU HKPD.

Webinar ini akan mencoba mengulas secara mendalam terkait perubahan aturan pajak daerah yang terdapat dalam UU HKPD serta tindak lanjut yang perlu diantisipasi oleh pemangku kepentingan, terutama pemerintah daerah. 

DDTC mengundang sejumlah perwakilan dari pemerintah pusat (Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kemenkeu), pemerintah daerah, serta pelaku usaha untuk mengisi seri webinar ini.

Webinar akan diisi dengan keynote speech yang disampaikan oleh Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Astera Primanto Bhakti. Sementara itu, Managing Partner DDTC Darussalam akan menyampaikan opening speech.

Deretan narasumber yang terkonfirmasi hadir dalam seri webinar ini antara lain Bhimantara Widyajala (Direktur Kapasitas dan Pelaksanaan Dana Transfer DJPK Kemenkeu), Andika Hazrumy (Wakil Gubernur Provinsi Banten), Andreas Eddy Susetyo (Anggota Panitia Kerja RUU HKPD DPR RI), Siddhi Widyaprathama (Ketua Komite Perpajakan APINDO), dan Deni Hendana (Kepala Bapenda Kota Bogor). (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.