Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Kebijakan pajak yang diberlakukan untuk pelaku UMKM turut berdampak bagi perempuan. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Selasa (15/3/2022).
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal mengatakan sebanyak lebih dari 50% kegiatan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) Indonesia dijalankan perempuan. Mayoritas karyawannya juga perempuan.
“Dengan demikian, kebijakan yang mendukung UMKM memiliki dampak positif baik langsung maupun tidak langsung terhadap perempuan," ujar Yon dalam webinar Breaking the Tax Bias: Promoting Gender Equality in Taxation.
Indonesia menerapkan pajak penghasilan (PPh) final UMKM dengan tarif 0,5% terhadap omzet. Mekanisme ini lebih sederhana dibandingkan dengan ketentuan umum. Selain itu, pascaterbitnya UU HPP, ada skema omzet tidak kena pajak. Simak ‘Ingat, Omzet Rp500 Juta Tidak Kena Pajak Hanya untuk Kelompok UMKM Ini’.
Terkait dengan UMKM, sambung Yon, Indonesia juga memberikan pembiayaan ultramikro yang mayoritas dinikmati perempuan. Hingga akhir tahun lalu, pembiayaan telah disalurkan kepada 5,38 juta usaha mikro dengan 95% di antaranya adalah perempuan.
Selain mengenai kebijakan pajak untuk UMKM yang berdampak terhadap perempuan, ada pula bahasan terkait dengan rencana pengenaan skema pemungutan pajak pertambahan nilai (PPN) final mulai 1 April 2022. Ada pula bahasan mengenai terbitnya VAT Digital Toolkit for Asia-Pacific.
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal mengatakan Indonesia akan melakukan analisis atas bias implisit pada sistem perpajakan yang berlaku di Indonesia saat ini. "Kita berencana melakukan analisis atas bias implisit yang terdapat dalam sistem pajak kita saat ini," ujar Yon.
Adapun bias implisit berpotensi muncul bila sistem pajak berinteraksi dengan perbedaan sifat penghasilan, perbedaan preferensi konsumsi, dan perbedaan kekayaan yang dimiliki oleh laki-laki dan perempuan.
Meski ketentuan pajak yang berlaku tampak netral dan tidak secara eksplisit memberikan perlakuan diskriminatif terhadap perempuan, bias implisit berpotensi muncul akibat interaksi antara sistem pajak dan perbedaan faktor sosioekonomi antara laki-laki dan perempuan. Simak ‘OECD Rilis Laporan Soal Kebijakan Pajak dan Kesetaraan Gender’. (DDTCNews)
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan kebijakan tersebut sudah masuk dalam UU PPN s.t.d.t.d UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Pemerintah akan mengatur kualifikasi barang/jasa tertentu yang dikenakan PPN final dengan tarif 1%, 2%, dan 3% dari peredaran usaha.
"Ada kualifikasi barang atau jasa tertentu di mana kami menerapkan tarif PPN final. Itu bisa di bidang pendidikan, kesehatan, atau bidang-bidang lainnya yang diberikan kekhususan oleh pemerintah," katanya. (DDTCNews/Kontan)
Tantangan terkait pemungutan PPN akibat berkembangnya e-commerce perlu segera ditindaklanjuti oleh otoritas pajak, khususnya di kawasan Asia dan Pasifik. Secara rata-rata, 22,8% dari penerimaan pajak di 24 yurisdiksi Asia dan Pasifik berasal dari PPN. Namun, digitalisasi dan globalisasi yang pesat di kawasan ini belum dapat direspons oleh sistem PPN yang saat ini berlaku.
"Ketentuan PPN tradisional seringkali tidak bisa secara efektif mengenakan PPN bila penyuplai tidak memiliki kehadiran fisik di dalam negeri. Akibatnya, PPN yang dikenakan sangat rendah," tulis OECD dalam VAT Digital Toolkit for Asia-Pacific. Simak ‘Pesatnya Ekonomi Digital Gerus PPN, OECD Sodorkan Solusi Ini’. (DDTCNews/Bisnis Indonesia)
Mayoritas wajib pajak menggunakan e-filing ketika menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan. Dari 6,1 juta SPT Tahunan yang telah disampaikan wajib pajak, sebanyak 88% atau 5,37 juta SPT yang masuk ke DJP disampaikan melalui e-filing.
Selain memanfaatkan e-filing, wajib pajak juga banyak memanfaatkan e-form dalam menyampaikan SPT Tahunan. Tercatat 392.353 atau 6,4% dari total SPT Tahunan disampaikan oleh wajib pajak melalui e-form.
Selanjutnya, sebanyak 218.000 SPT Tahunan disampaikan wajib pajak secara manual. Dari total SPT yang diterima DJP tersebut, penyampaian SPT Tahunan secara manual hanya menyumbang sekitar 3,57%. Kemudian, hanya wajib pajak yang memanfaatkan e-SPT, yaitu sebanyak 119.558 atau 1,9%. (DDTCNews/Kontan)
UU No. 1/2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD) memangkas jumlah jenis retribusi dari 32 jenis menjadi tinggal 18 jenis retribusi. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan penyederhanaan retribusi diperlukan untuk meningkatkan kemudahan investasi di daerah.
"Pada satu sisi pendapatan asli daerah terjaga dan beban kegiatan ekonomi tidak menjadi melonjak," katanya. (DDTCNews)
DJP masih menunggu respons dari otoritas pajak Argentina dan Malaysia dalam proses perancangan Memorandum of Understanding (MoU) on Automatic Exchange of Information (AEOI) on Withholding Tax.
Direktur Perpajakan Internasional DJP Mekar Satria Utama mengatakan MoU tersebut merupakan landasan bagi Indonesia dan negara mitra untuk dapat mempertukarkan bukti pemotongan PPh secara otomatis.
"MoU diperlukan agar withholding tax dapat secara rutin dan terjadwal dipertukarkan," katanya. Simak ‘Tukar Data Perpajakan, DJP Tunggu Respons dari Malaysia dan Argentina’. (DDTCNews) (kaw)