KEBIJAKAN PAJAK

Ketentuan Pilar 2 OECD Ganggu Efektivitas Insentif Pajak? Ini Kata DJP

Muhamad Wildan
Rabu, 23 Februari 2022 | 13.30 WIB
Ketentuan Pilar 2 OECD Ganggu Efektivitas Insentif Pajak? Ini Kata DJP

Direktur Perpajakan Internasional Ditjen Pajak (DJP) Mekar Satria Utama dalam acara Tax Policy Dialogue bertajuk OECD’s Inclusive Framework Pillar Two: Potential Impact to Indonesian Income Tax Policies, Rabu (23/2/2022).

JAKARTA, DDTCNews - Keberadaan pajak minimum global pada Pilar 2: Global Anti Base Erosion (GloBE) dipandang akan mengurangi efektivitas insentif pajak yang diberikan oleh pemerintah guna menarik investasi.

Direktur Perpajakan Internasional Ditjen Pajak (DJP) Mekar Satria Utama mengatakan insentif pajak memang bisa meningkatkan minat perusahaan multinasional untuk berinvestasi di Indonesia. Meski begitu, insentif pajak bukanlah satu-satunya faktor.

"Dari beberapa riset, pajak bukan unsur utama mengapa lembaga asing ingin melaksanakan kegiatan investasi ke Indonesia. Namun, pajak memang lebih mudah dikalkulasi manfaatnya di luar stabilitas ekonomi, politik, dan keamanan," katanya, Rabu (23/2/2022).

Dalam acara Tax Policy Dialogue bertajuk OECD’s Inclusive Framework Pillar Two: Potential Impact to Indonesian Income Tax Policies, Mekar menyebut 3 jenis insentif pajak yang berpotensi terdampak Pilar 2, yaitu tax holiday, tax allowance, dan super tax deduction atas kegiatan riset.

Menurutnya, tax holiday berpotensi berkurang efektivitasnya mengingat insentif tersebut memberikan fasilitas pengurangan PPh sebesar 50% hingga 100% dari PPh badan yang terutang.

Dengan fasilitas tersebut, tarif pajak efektif yang ditanggung oleh wajib pajak berpotensi di bawah tarif minimum 15% dan bisa dikenai top-up tax oleh negara tempat perusahaan multinasional bermarkas.

Mengenai fasilitas super tax deduction untuk kegiatan riset dan pengembangan (R&D), efektivitas dari insentif ini juga berpotensi menurun bila wajib pajak mengeluarkan biaya yang signifikan untuk kegiatan R&D.

Sebagaimana diatur pada Peraturan Pemerintah (PP) No. 45/2019, wajib pajak badan dalam negeri yang melakukan kegiatan R&D berhak mendapatkan pengurangan penghasilan bruto hingga 300% dari biaya R&D yang dikeluarkan.

Selanjutnya, efektivitas tax allowance juga berpotensi bila pajak korporasi minimum global berlaku, terutama apabila nilai investasi dari wajib pajak penerima insentif bernilai besar.

Untuk diketahui, wajib pajak penerima insentif tax allowance mendapatkan fasilitas pengurangan penghasilan neto sebesar 30% dari nilai penanaman modal berupa aktiva tetap berwujud termasuk tanah.

Fasilitas tersebut diberikan secara bertahap selama 6 tahun. Alhasil, pengurangan penghasilan neto yang diperoleh setiap tahunnya adalah sebesar 5% dari nilai investasi. (rig)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.