Suasana sidang pemeriksaan pendahuluan atas pengujian formil terhadap UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
JAKARTA, DDTCNews - Mahkamah Konstitusi (MK) menyelenggarakan sidang pemeriksaan pendahuluan atas pengujian formil terhadap UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Dalam persidangan, kuasa hukum Oktavia Sastray Anggriani memohon kepada majelis hakim untuk mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya dan menyatakan pembentukan UU HPP bertentangan dengan UUD 1945 serta tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
"Apabila majelis hakim konstitusi yang mulia berpendapat lain, maka permohonan a quo mohon dapat diputuskan seadil-adilnya (ex aequo et bono)," ujar Oktavia dalam persidangan, Senin (21/2/2022).
Menurut pemohon, pembentukan UU HPP telah melanggar asas kejelasan hukum yang dipersyaratkan pada Pasal 5 huruf f UU 12/2011 s.t.d.d UU 15/2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (PPP).
Menurut pemohon, kejelasan rumusan adalah setiap peraturan perundangan-undangan harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan peraturan perundangan-undangan, sistematika, pilihan kata, serta bahasa hukum yang jelas dan mudah dimengerti sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya.
Pemohon memandang pembentukan UU HPP tidak menggunakan teknik baku dan standar yang telah diatur dalam Lampiran II UU PPP akibat digunakannya omnibus law dalam pembentukan UU tersebut.
"Oleh karena itu pembentukan UU HPP bertentangan dengan Pasal 22A UUD 1945 sehingga harus dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat," ujar Oktavia.
Untuk diketahui, permohonan pengujian formil atas UU HPP dengan nomor perkara 14/PUU-XX/2022 telah diajukan oleh pemohon bernama Priyanto sejak 21 Januari 2022. (sap)