ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Disahkannya RUU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) menjadi undang-undang oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menjadi salah satu peristiwa penting sepanjang Oktober 2021.
Pengesahan UU 7/2021 tersebut terjadi pada 7 Oktober 2021. Kala itu, Wakil Ketua DPR Muhaimin Iskandar memimpin jalannya proses pengesahan tersebut. Dari 9 fraksi yang hadir, hanya fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) saja yang menolak UU HPP.
Merujuk pada bagian pertimbangan UU HPP, kehadiran UU HPP diperlukan untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian yang berkelanjutan dan mendukung percepatan pemulihan ekonomi. UU HPP juga dibutuhkan untuk menjalankan strategi konsolidasi fiskal.
"Untuk menerapkan strategi konsolidasi fiskal yang berfokus pada perbaikan defisit anggaran dan peningkatan rasio pajak…diperlukan penyesuaian kebijakan…dalam satu undang-undang secara komprehensif," bunyi penggalan pertimbangan UU tersebut
Selain itu, UU HPP disusun untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. UU HPP juga menekankan perlunya menempatkan perpajakan sebagai salah satu perwujudan kewajiban kenegaraan dalam upaya peningkatan kesejahteraan, keadilan, dan pembangunan sosial.
Sementara itu, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengatakan RUU HPP menjadi undang-undang diperlukan untuk melanjutkan reformasi perpajakan. Menurutnya, HPP juga akan membuat sistem perpajakan lebih adil, sehat, efektif, dan akuntabel.
"Kami yakin proses pembahasan yang sangat baik ini akan menjadikan UU HPP sebagai komponen penting dalam mereformasi perpajakan," ujarnya.
Berikut peristiwa penting lainnya di bidang perpajakan sepanjang Oktober 2021:
Sri Mulyani Tambah Jumlah Sektor Usaha Penerima Insentif Pajak
Pemerintah menyesuaikan jumlah kode klasifikasi lapangan usaha (KLU) yang berhak menerima insentif pajak bagi wajib pajak terdampak Covid-19 seiring dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan No. 149/2021.
“Perlu dilakukan penyesuaian kriteria penerima insentif pajak dan ditujukan untuk sektor yang masih membutuhkan dukungan agar menjadi daya ungkit perekonomian secara luas,” demikian penggalan bunyi salah satu pertimbangan PMK 149/2021.
Insentif PPh Pasal 21 DTP dapat dimanfaatkan oleh wajib pajak pada 1.189 KLU. Jumlah KLU tersebut masih sama dengan sebelumnya. Sementara itu, sektor yang dapat memanfaatkan insentif pembebasan PPh Pasal 22 impor bertambah menjadi 397 KLU dari sebelumnya 132 KLU.
Insentif pengurangan angsuran PPh Pasal 25 diberikan untuk wajib pajak pada 481 KLU dari sebelumnya 216 KLU. Insentif restitusi PPN dipercepat diberikan untuk wajib pajak pada 229 KLU dari sebelumnya 132 KLU.
Pemerintah Revisi Aturan Jenis Kendaraan yang Dikenai PPnBM
Kementerian Keuangan menyesuaikan kebijakan terkait dengan jenis kendaraan bermotor yang dikenai pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM). Penyesuaian tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 141/2021.
Penyesuaian ketentuan dimaksudkan untuk mempercepat penurunan emisi gas buang dari kendaraan bermotor. Selain itu, beleid ini dirilis untuk mendorong penggunaan kendaraan bermotor yang hemat energi dan ramah lingkungan.
“Untuk mempercepat penurunan emisi gas buang dari kendaraan bermotor…perlu melakukan penyesuaian kebijakan mengenai jenis kendaraan bermotor yang dikenai PPnBM,” demikian bunyi pertimbangan PMK 141/2021.
Negara G-20 Sepakati Pajak Minimum Global 15 Persen
Perusahaan teknologi raksasa makin tak punya celah untuk melakukan tax planning secara agresif. Sebab, para pemimpin negara G-20 sudah menyepakati tarif pajak minimum 15% bagi perusahaan besar.
Kerangka konsensus yang sudah dirancang cukup lama ini disepakati di level pimpinan negara G-20 pada 31 Oktober 2021. Para pemimpin juga sepakat untuk mengimplementasikan pajak minimum global mulai 2023.
"Langkah ini bisa menghasilkan penerimaan sekitar $150 miliar dari perusahaan-perusahaan di seluruh dunia," jelas OECD.
Pemerintah AS menjadi pihak yang cukup kencang mengajukan proposal pajak minimum global. AS ingin mencegah perusahaan raksasa berkreasi menciptakan skema baru yang dapat mengurangi beban pajak. Satu per satu, negara-negara lain pun akhirnya menyambut gagasan tersebut.
Pandora Papers Dirilis
Setelah kebocoran dokumen keuangan dalam Panama Papers pada 2016 lalu terkuak, kini muncul Pandora Papers.
Laporan jurnalisme investigasi ini membeberkan informasi mengenai siasat politik dan keuangan milik para elite global. Pandora Papers tercatat sebagai kebocoran kerahasiaan keuangan terbesar sepanjang sejarah.
Pandora Papers ini dilaporkan oleh The International Consortium of Investigative Journalist (ICIJ), sebuah organisasi jurnalistik nonprofit yang bermarkas di AS. Mereka mengerahkan 600 jurnalis yang tersebar di 177 negara, termasuk Indonesia, untuk melakukan liputan investigasi.
"Kami berhasil memeroleh lebih dari 11,9 juta catatan keuangan. Catatan ini terdiri dari 2,94 terabytes informasi rahasia dari 14 penyedia layanan asing," tulis ICIJ.
136 Negara Sepakati Dua Pilar OECD
Sebanyak 136 negara/yurisdiksi yang mewakili 90% produk domestik bruto (PDB) global telah menyepakati solusi dua pilar (two-pillar solution) untuk mengatasi tantangan pajak dari digitalisasi ekonomi.
OECD menyatakan 136 dari 140 negara/yuridisdiksi anggota OECD/G-20 Inclusive Framework on BEPS (IF) akhirnya membuat kesepakatan penting (the landmark deal) setelah bertahun-tahun melakukan negosiasi yang intensif.
Kesepakatan tersebut tercantum dalam Statement on the Two-Pillar Solution to Address the Tax Challenges Arising from the Digitalisation of the Economy. Hal ini memperbarui dan menyelesaikan kesepakatan politik pada Juli 2021 untuk mereformasi aturan pajak internasional.
Simak beberapa ulasan mengenai Kilas Balik 2021 di sini. (rig)