KEBIJAKAN PAJAK

Pilar 1 OECD Mudahkan Indonesia Pajaki Perusahaan Digital

Muhamad Wildan
Senin, 15 November 2021 | 16.00 WIB
Pilar 1 OECD Mudahkan Indonesia Pajaki Perusahaan Digital

Partner of Tax Research & Training Services DDTC B. Bawono Kristiaji dalam acara KTT G20: Kejelasan Arah Pajak Global untuk Indonesia, Senin (15/11/2021).

JAKARTA, DDTCNews - Negara berkembang seperti Indonesia tidak akan lagi kesulitan untuk memajaki penghasilan yang diperoleh perusahaan digital seiring dengan tercapainya konsensus Pilar 1 OECD: Unified Approach.

Partner of Tax Research & Training Services DDTC B. Bawono Kristiaji mengatakan Pilar 1 akan memberikan hak pemajakan bagi yurisdiksi pasar seperti Indonesia atas residual profit yang diperoleh perusahaan teknologi dan korporasi multinasional.

"Yang pertama adalah hak pemajakannya, lalu berikutnya kita lihat berapa besaran yang akan dikontribusikan kepada negara berkembang seperti Indonesia," katanya, Senin (15/11/2021).

Secara nominal, lanjut Bawono, tambahan penerimaan pajak yang bakal diterima negara berkembang berkat tercapainya konsensus mungkin tidak akan memuaskan, termasuk Indonesia selaku anggota Inclusive Framework.

Namun, sambungnya, tercapainya konsensus dari negara-negara anggota Inclusive Framework pada beberapa waktu yang lalu menjadi sebuah pencapaian yang luar biasa dan kemajuan besar bagi sistem perpajakan internasional.

"Adanya konsensus adalah suatu kemajuan besar. Lima tahun lalu kita tidak pernah terpikir akan mencapai titik ini. Dalam 5 tahun terakhir, banyak aksi sepihak dari berbagai negara yang intinya ingin memajaki perusahaan digital," tuturnya.

Dengan adanya konsensus serta adanya Indonesia selaku presidensi G20 pada tahun depan, lanjut Bawono, Indonesia justru bisa mengambil peran untuk mendorong sistem pajak yang lebih adil bagi negara berkembang.

"Bagaimana threshold-nya [Pilar 1 dan Pilar 2], bagaimana prospek tax holiday setelah adanya pajak minimum global. Itu adalah hal-hal yang harus diperjuangkan Indonesia selaku negara berkembang," ujarnya.

Seperti diketahui, hanya perusahaan multinasional dengan pendapatan di atas EUR20 miliar dan profitabilitas di atas 10% saja yang tercakup dalam Pilar 1. Dengan ketentuan tersebut, diperkirakan sekitar 100 perusahaan multinasional yang tercakup dan hanya 25% dari residual profit yang berhak dipajaki oleh yurisdiksi-yurisdiksi pasar.

Menurut laporan IMF, negara-negara berkembang di Asia seperti Indonesia, Malaysia, dan India diperkirakan mendapatkan tambahan penerimaan yang minim bila Pilar 1 diimplementasikan. Hal ini tidak terlepas dari tingginya revenue threshold pada Pilar 1 dan minimnya porsi laba yang dibagikan kepada yurisdiksi pasar. (rig)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.