Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/foc.
JAKARTA, DDTCNews - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati berencana memaparkan upaya pemerintah melakukan reformasi struktural dalam pertemuan negara anggota G-20 ketika Indonesia menjadi presidensi pada 2022.
Sri Mulyani mengatakan Presidensi G-20 menjadi kesempatan yang baik untuk menyampaikan progres reformasi struktural yang dilakukan Indonesia. Reformasi itu misalnya tercermin dari disahkannya UU Cipta Kerja dan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
"Presidensi G-20 akan menjadi forum yang luar biasa bagi kami untuk menunjukkan ekonomi Indonesia, yang tidak hanya mampu melalui Covid-19, tetapi juga melakukan reformasi struktural," katanya, Kamis (11/11/2021).
Sri Mulyani menuturkan pandemi telah menyebabkan krisis bagi semua negara di dunia. Meski demikian, pemerintah juga memanfaatkan momentum krisis untuk melanjutkan reformasi struktural sehingga ekonomi dapat tumbuh lebih kuat dan berkelanjutan.
Dia menjelaskan UU Cipta Kerja menjadi langkah reformasi yang signifikan karena merevisi sejumlah ketentuan dalam waktu bersamaan, termasuk di bidang perpajakan.
Setelahnya, ada UU HPP yang ruang lingkupnya meliputi ketentuan umum dan tata cara perpajakan (KUP), pajak penghasilan (PPh), pajak pertambahan nilai (PPN), program pengungkapan sukarela (PPS), pajak karbon, serta cukai.
Selain itu, pemerintah dan DPR juga menggodok RUU Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (HKPD). Menurut menkeu, RUU HKP dibutuhkan untuk memperkuat fondasi ekonomi di pusat dan daerah.
"Ini beberapa reformasi yang sangat penting dan mudah-mudahan akan terus membangun fondasi kita lebih baik dan lebih kuat untuk pemulihan ekonomi Indonesia," ujar Sri Mulyani.
Sementara itu, Direktur World Bank untuk Indonesia dan Timor-Leste Satu Kahkonen menantikan Indonesia mengimplementasikan UU HPP. Menurutnya, UU HPP dapat memperbaiki kondisi fiskal setelah mengalami tekanan berat akibat Covid-19.
"Persetujuan UU Harmonisasi Perpajakan sangat penting dan menjadi langkah yang disambut baik. Kami menunggu implementasinya," tuturnya.
Untuk diketahui, Indonesia akan mengadakan sekitar 150 pertemuan selama Presidensi G-20 2022 berlangsung. Manfaat ekonomi yang didapat di antaranya pelibatan 33.000 tenaga kerja, peningkatan konsumsi domestik Rp1,7 triliun dan tambahan Rp7,47 triliun pada PDB. (rig)