Dirjen Pajak Suryo Utomo dalam konferensi pers APBN Kita, Senin (25/10/2021).
JAKARTA, DDTCNews – Pembahasan mengenai kesepakatan terhadap solusi dua pilar (two-pillar solution) untuk mengatasi tantangan pajak dari digitalisasi ekonomi masih terus berlanjut.
Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan sampai dengan saat ini, Indonesia telah menyepakati implementasi Pilar 1 dan Pilar 2. Otoritas tengah mendiskusikan aspek teknis dan persiapan penerapan yang rencananya mulai 2023. Ada beberapa perhatian pemerintah dalam diskusi tersebut.
“Beberapa yang menjadi perhatian Indonesia antara lain kejelasan pelaksanaan ketentuan mengenai MNE (multinational enterprise) di luar scope yang telah ditentukan dan juga terkait dengan batasan threshold,” ujar Suryo dalam konferensi pers APBN Kita, Senin (25/10/2021).
Seperti diberitakan sebelumnya, 136 negara/yurisdiksi yang mewakili 90% produk domestik bruto (PDB) global telah bergabung dalam Statement on the Two-Pillar Solution to Address the Tax Challenges Arising from the Digitalisation of the Economy.
Perusahaan multinasional dengan penjualan global di atas EUR20 miliar dan profitabilitas di atas 10% —yang dapat dianggap sebagai pemenang globalisasi—akan masuk cakupan aturan baru. Sebesar 25% keuntungan di atas ambang 10% akan dialokasikan kembali ke negara pasar.
Di bawah Pilar 1, hak pengenaan pajak atas laba lebih dari US$125 miliar diharapkan akan dialokasikan kembali ke yurisdiksi pasar setiap tahun. Perolehan pendapatan negara berkembang diharapkan lebih besar daripada di negara maju.
Selanjutnya, Pilar 2 memperkenalkan tarif pajak minimum global (global minimum tax) untuk korporasi sebesar 15%. Tarif akan berlaku untuk perusahaan dengan pendapatan di atas EUR 750 juta. Skema ini diperkirakan menghasilkan US$150 miliar tambahan pendapatan pajak global tiap tahun.
Suryo mengatakan pemerintah Indonesia juga memberi perhatian pada jangka waktu pelaksanaan peninjuan (review) dari implementasi Pilar 1 dan 2 tersebut. (kaw)