UU HPP

Penyidik DJP Bisa Sita dan Blokir Harta Tersangka Tindak Pidana Pajak

Nora Galuh Candra Asmarani
Selasa, 19 Oktober 2021 | 17.22 WIB
Penyidik DJP Bisa Sita dan Blokir Harta Tersangka Tindak Pidana Pajak

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews – Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) menambah wewenang penyidik tindak pidana perpajakan.

Penambahan wewenang itu tertuang dalam Pasal 44 ayat (2) huruf j UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Pasal tersebut memberikan wewenang kepada pejabat pegawai negeri sipil (PPNS) DJP sebagai penyidik untuk melaksanakan penyitaan dan/atau pemblokiran harta kekayaaan tersangka.

“Melakukan pemblokiran harta kekayaan milik tersangka … dan/atau penyitaan harta kekayaan milik tersangka…, termasuk tetapi tidak terbatas dengan adanya izin ketua pengadilan negeri setempat,” demikian bunyi Pasal 44 ayat (2) huruf j UU KUP s.t.d.t.d UU HPP, dikutip pada Selasa (19/10/2021).

Berdasarkan pada bagian penjelasan Pasal 44 ayat (2) huruf j, penyitaan dilakukan untuk memulihkan kerugian pada pendapatan negara. Penyitaan ini dapat dilakukan terhadap barang bergerak ataupun tidak bergerak.

Harta yang dapat disita termasuk rekening bank, piutang, dan surat berharga milik wajib pajak, penanggung pajak, dan/atau pihak lain yang telah ditetapkan sebagai tersangka.

Adapun yang dimaksud dengan pihak lain adalah pihak yang menyuruh melakukan, yang turut serta melakukan, yang menganjurkan, atau yang membantu melakukan tindak pidana di bidang perpajakan.

Sementara itu, pemblokiran dilakukan dengan melakukan permintaan pemblokiran ke pihak berwenang. Pihak berwenang tersebut seperti bank, kantor pertanahan, kantor Samsat, dan lain-lain.

Mengutip laman resmi DJP, pemblokiran dan/atau penyitaan harta kekayaan bertujuan untuk mengamankan aset tersangka. Hal ini dilakukan sebagai jaminan pemulihan kerugian pada pendapatan negara. Aset diharapkan tidak hilang, dialihkan kepemilikannya, atau dipindahtangankan.

Sebelumnya, perluasan wewenang penyidik untuk dapat melakukan penyitaan dan/atau pemblokiran harta kekayaan tersangka telah diusulkan pemerintah dalam RUU KUP.

Namun, dalam RUU KUP wewenang penyidik juga diperluas hingga dapat melakukan penangkapan dan/atau penahanan terhadap tersangka. Berbeda dengan RUU KUP, wewenang penangkapan dan/atau penahanan ini tidak lagi tercantum dalam UU HPP yang telah disahkan DPR pada 7 Oktober 2021. (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.