Plt. Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara BKF Pande Putu Oka Kusumawardani. (tangkapan layar)
JAKARTA, DDTCNews - Skema pengenaan pajak karbon di Indonesia bakal berbeda dengan implementasi di negara lain. Di Indonesia, penerapan pajak karbon sebetulnya merupakan kombinasi dari skema pemajakan dan perdagangan karbon.
Plt. Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara BKF Pande Putu Oka Kusumawardani menyampaikan langkah pemerintah untuk memilih kombinasi 2 aspek tersebut tak banyak diambil oleh banyak negara lain. Menurutnya, jalan tengah yang juga menyangkut perdagangan karbon ini bisa lebih ampuh menekan emisi gas rumah kaca.
"Di negara lain tidak ada link [antara pajak karbon dan perdagangan karbon]. Indonesia akan kaitkan antara pajak karbon dengan pasar karbon," katanya dalam acara bertajuk Carbon Tax Policy: A Key Role in Indonesia’s Sustainability, Rabu (6/10/2021).
Oka memaparkan skema penerapan pajak karbon akan melengkapi skema perdagangan karbon yang sudah diuji coba pada beberapa sektor usaha. Jika pelaku usaha menghasilkan emisi lebih tinggi dari ambang batas yang ditetapkan dapat melakukan perdagangan karbon melalui pembelian sertifikat penurunan emisi (SPE).
Selanjutnya, apabila skema perdagangan karbon belum mengompensasi emisi yang dihasilkan masa sisa gas rumah kaca tersebut baru dikenakan pajak karbon. Skema ini diyakini akan mendorong pelaku usaha mengembangkan pasar karbon. Di sisi lain, kebijakan fiskal menjadi pelengkap untuk menurunkan emisi dari kegiatan produksi.
"Sehingga skema implementasi pajak karbon ini sekaligus untuk mencapai prinsip keadilan dan keterjangkauan," terangnya.
Dia menambahkan pada tahap awal penerapan pajak karbon baru menyasar sektor pembangkit listrik yang menggunakan batu bara. Baru dalam jangka panjang nanti, cakupan sektor usaha akan diperluas dengan pertimbangan utama kesiapan implementasi pasar untuk mendukung penerapan perdagangan karbon.
"Sektor pembangkit listrik batu bara menjadi yang paling siap saat ini, tentu akan ada perluasan ke sektor lain dengan tetap memperhatikan dan mempertimbangkan kesiapan sektor usaha mengimplementasikan mekanisme pasar karbon," imbuhnya.
Terkait dengan penerapan pajak karbon, DDTCNews mengadakan debat berhadiah uang tunai senilai total Rp1 juta (masing-masing pemenang Rp500.000). Sampaikan pendapat Anda paling lambat Senin, 11 Oktober 2021 pukul 15.00 WIB pada artikel ‘Setuju dengan Pajak Karbon? Sampaikan Pendapat Anda, Rebut Hadiahnya!’.(sap)