JAKARTA, DDTCNews – Melalui Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), pemerintah mengusulkan pengenaan pajak karbon.
Dalam usulan pemerintah, pajak karbon akan dikenakan atas pembelian barang yang mengandung karbon atau aktivitas yang menghasilkan karbon. Adapun tarif pajak karbon yang diusulkan adalah sebesar Rp75 per kilogram CO2 ekuivalen atau satuan yang setara.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan penerapan pajak karbon menjadi kebijakan yang penting dalam penanganan perubahan iklim. Apalagi, Indonesia menjadi salah satu negara yang sudah meratifikasi Kesepakatan Paris untuk menurunkan emisi gas rumah kaca.
Implementasi pajak karbon ini juga menjadi sinyal perubahan perilaku dari pelaku usaha untuk mewujudkan kelestarian lingkungan. Dengan demikian, pemerintah ingin mewujudkan ekonomi hijau yang main kompetitif dan pembangunan yang berkelanjutan.
"Implementasi pajak karbon dilakukan secara bertahap dan berhati-hati, memperhatikan kesiapan sektor," Sri Mulyani.
Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) dalam Taxing Energy Use for Sustainables Development (2021) menyatakan penerapan pajak karbon menjadi instrumen kuat dalam penanganan masalah lingkungan akibat emisi karbon sekaligus memberi penerimaan negara.
Di sisi lain, Ketua Umum Kadin Indonesia Arsjad Rasjid berpendapat penerapan pajak karbon akan memberikan dampak negatif bagi pelaku usaha. Apalagi, kegiatan bisnis pada saat ini tengah mengalami tekanan akibat pandemi Covid-19.
Dia menjelaskan dampak penerapan pajak karbon akan membuat biaya produksi naik dan daya beli masyarakat menurun. Menurutnya, sebanyak 18 asosiasi pengusaha menolak penerapan pajak karbon yang masuk sebagai jenis pajak baru dalam RUU KUP.
Rasjid meyakini rencana penerapan pajak karbon akan menjadi komponen biaya baru bagi pelaku usaha. Tak menutup kemungkinan, sambungnya, daya saing industri dalam negeri akan turun dan kalah bersaing dengan produk impor.
"Hal ini tentunya mendorong kenaikan biaya produksi dan distribusi produk sehingga menekan daya beli atau buying power masyarakat dan berpotensi menimbulkan inflasi," ujarnya.
Lantas, bagaimana menurut Anda? Apakah pemerintah perlu mengenakan pajak karbon atau tidak? Berikan pendapat Anda dalam kolom komentar. Sebanyak 2 pembaca DDTCNews yang memberikan komentar terbaik dan telah menjawab beberapa pertanyaan yang disampaikan melalui https://forms.gle/gL9wszhV3wsvmut76 akan berkesempatan terpilih untuk mendapatkan uang tunai senilai total Rp1 juta (masing-masing pemenang Rp500.000).
Tenang, pajak hadiah ditanggung penyelenggara. Penilaian akan diberikan atas komentar dan jawaban yang masuk sampai dengan Senin, 11 Oktober 2021 pukul 15.00 WIB. Pengumuman pemenang akan disampaikan pada Kamis, 14 Oktober 2021.
Auel Vie
intan
Sakha Yudha
bunga rizki ulfira
RIKI FERNANDO BATUBARA
Muhammad Huzair Nezar
Anom Arie Satriya
Desy Khairunnisa
Iqbal Nurrasyid
Donella Mirsha Pratama
Muhammad Taufiq Badruzzuhad
Sevtie Andini Eka Budiastuti
Devi Yanty
Davin Andika
Nadia Fahira
Silaturachmi
Rahma Ellok Satiti Djanoearko
Amelia Lestari Putri
Mutia Andini
Stevan Manihuruk
Dandi
Tommy Valentino
Oktaviani
Richard
Kelvin Adi Winata
Jajus
Isbu
Pandu Wiranata
Yohanna
Hasmawati
Alya Dhiya
Martinah
Ahmad Ardhipa Taufiqurrahman
yongki vawaka
Annisa Diah Hapsari
Daniel
Haris
Reyno Marchel
Rofi`atul Khusna
Alfadella Octaviana D
Wahyuni Lestari
zulfahmi
raflimaulana
Adella Riska Putri
Agus Kurniawan
Syaiful Bahri
Dina
Ardy
Choirunisa Nadilla
Katarina Ekoliawati Sinaga
Willy
imam saputra
Kukuh Tri Wijaya
Selestina Aurilla Putri Hapsari
ARIS
Anggit K
Safira
herida hafni hasibuan
Maharani Ginting
Salomo Depy
Tiara Ananda Eka Putri
Cunyah Tantan
zulkarnaen hannan
Francisca
Mieinie S
Daffa Nurmansyah
predi Sinaga
Dian Andriany
LARAS DWI AMALIA
Aprilia Alfani
fajarizki galuh syahbana yunus
Muhammad Nasrulloh Huda