Direktur Kesehatan dan Gizi Masyarakat Bappenas Pungkas Bahjuri Ali dalam sebuah webinar, Kamis (12/8/2021).
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah melalui Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2019-2024 menargetkan prevalensi merokok pada anak turun dari 9,1% pada 2018 menjadi 8,7% pada 2024.
Direktur Kesehatan dan Gizi Masyarakat Bappenas Pungkas Bahjuri Ali mengatakan Presiden Joko Widodo telah mengarahkan agar prevalensi merokok anak diturunkan melalui kenaikan tarif dan simplifikasi tarif cukai hasil tembakau. Alasannya, kenaikan dan simplifikasi tarif akan membuat harga rokok makin tidak terjangkau bagi anak-anak.
"Arahan Presiden sudah sangat jelas, cukai harus naik. Tarif, juga sangat jelas, harus disimplifikasi. Pertanyaannya, sejauh mana itu akan disimplifikasi, sejauh mana itu akan dinaikkan harganya," katanya dalam sebuah webinar, Kamis (12/8/2021).
Pungkas menuturkan RPJMN harus menjadi panduan semua sektor karena dokumen tersebut tidak hanya digunakan kementerian/lembaga tertentu. Perumusan strategi penurunan prevalensi merokok melalui instrumen cukai juga perlu dipikirkan bersama-sama.
Dia menyebut semua kementerian/lembaga memiliki perspektif yang berbeda-beda dalam menyikapi kebijakan cukai, baik dari sisi kesehatan, petani, industri, tenaga kerja, maupun penerimaan negara. Untuk itu, lanjutnya, pembahasan mengenai kenaikan tarif dan simplifikasi tarif cukai harus dilihat secara makro.
Dia menjelaskan cukai menjadi salah satu kebijakan yang paling efektif untuk menurunkan prevalensi merokok. Namun, cukai tak akan serta merta menurunkan produksi rokok sehingga yang ditargetkan pemerintah adalah menurunkan prevalensi merokoknya.
Jika memperhitungkan pertumbuhan penduduk yang bertambah rata-rata 4,2 juta jiwa setiap tahun, menurut hitungan Bappenas, penurunan prevalensi merokok dapat dicapai tanpa harus mengurangi produksi rokok secara signifikan.
Dalam menaikkan tarif dan menyederhanakan tarif cukai pun, pemerintah harus melakukannya secara hati-hati. Besaran kenaikan tarif perlu dihitung secara tepat. Sementara itu, simplifikasi tarif akan dilakukan secara bertahap.
Menurut Pungkas, struktur tarif cukai yang rumit akan menyulitkan pengawasan karena memungkinkan produsen berpindah dari satu lapisan tarif ke lapisan tarif lainnya hanya dengan menambah atau mengurangi jumlah produksinya.
Selain itu, simplifikasi dibutuhkan untuk menunjukkan keberpihakan pemerintah dalam industri rokok, yakni pada golongan sigaret kretek tangan atau industri kecil. "Ini seni bagaimana kita mem-balance antara dampaknya kepada industri, petani, dan prevalensi merokok," ujarnya.
Semua kementerian/lembaga juga harus memikirkan pengelolaan penerimaan negara yang terkumpul dari cukai. Saat ini, regulasi yang berlaku kurang ideal karena mengalokasikan anggaran jaminan kesehatan nasional dari cukai rokok.
Menurutnya, pemanfaatan dana hasil cukai lebih tepat apabila diarahkan untuk membantu petani tembakau, industri hasil tembakau, serta sebagai perlindungan sosial bagi petani dan pekerja yang terdampak kebijakan cukai.
"Dengan skenario itu, sebenarnya kita bisa membantu petani agar sejahtera. Apakah dia mau bertani tembakau atau beralih ke komoditas lain," ujar Pungkas. (rig)