Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) memberikan masukan tentang rencana pajak karbon yang masuk dalam revisi UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
Ketum APHI Indroyono Soesilo mengatakan pelaku usaha mengusulkan pajak karbon dapat dipungut berdasarkan transaksi perdagangan karbon. Pemerintah sebelumnya berencana menerapkan pajak karbon dengan tarif minimal Rp75 per kg karbon dioksida ekuivalen (CO2e).
"APHI mengusulkan sebaiknya pajak karbon dipungut atas transaksi dari perdagangan karbon, karena baik penjual maupun pembeli dalam perdagangan karbon memperoleh manfaat dari transaksi ini," katanya dalam keterangan resmi, dikutip pada Minggu (8/8/2021).
Indroyono menekankan pentingnya penerapan pajak karbon untuk mendukung tercapainya komitmen Indonesia dalam Paris Agreement untuk menurunkan emisi pada 5 sektor. Lima sektor tersebut antara lain energi, waste, industri pengolahan, pertanian, dan kehutanan.
Menurutnya, seluruh sektor tersebut ditargetkan mampu menurunkan emisi sebesar 29% atau setara 834 juta ton CO2e melalui kemampuan sendiri dan penurunan emisi hingga 41% atau setara 1,08 miliar ton CO2e.
Bagi sektor ekonomi yang belum mampu menurunkan tingkat emisi, lanjutnya, diberikan pilihan untuk menyelenggarakan nilai ekonomi karbon (NEK) dalam bentuk perdagangan emisi. Pada titik inilah pungutan pajak karbon bisa dilakukan pemerintah.
Mekanisme perdagangan emisi dapat dilakukan pada lingkup domestik. Penghasil emisi melakukan perdagangan karbon dengan sektor usaha yang mampu menghasilkan kelebihan pengurangan emisi atau Certified Emission Reduction/CER.
Indroyono menilai sektor yang potensial mencapai CER adalah kehutanan dengan upaya penurunan deforestasi dan degradasi hutan. "Melalui mekanisme ini dapat mengurangi beban usaha strategis dalam menurunkan emisinya," ujarnya.
Untuk itu, penerapan pajak karbon atas transaksi perdagangan emisi membutuhkan percepatan pembentukan infrastruktur pendukung seperti sistem registrasi nasional dan mekanisme pengukuran, pelaporan, dan verifikasi sertifikat penurunan emisi.
Selain itu, kelembagaan perdagangan karbon domestik juga perlu cepat dibentuk pemerintah. Hal lain yang tidak kalah penting adalah penetapan pemerintah tentang level emisi pada setiap sektor ekonomi yang akan digunakan sebagai basis menghitung pengurangan emisi.
"Karena itu, pengenaan pajak karbon dalam RUU KUP perlu mempertimbangkan mekanisme perhitungan emisi tiap sektor usaha dan kesiapan infrastruktur kelembagaan," tuturnya seperti dilansir agrofarm.go.id. (rig)