KEBIJAKAN PAJAK

Pajak Transaksi Elektronik Tidak Akan Diterapkan? Ini Kata BKF

Muhamad Wildan
Kamis, 05 Agustus 2021 | 11.15 WIB
Pajak Transaksi Elektronik Tidak Akan Diterapkan? Ini Kata BKF

Analis Kebijakan Muda Pusat Kebijakan Pendapatan Negara (PKPN) Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Melani Dewi Astuti dalam webinar bertajuk Digital Taxation yang digelar Perkumpulan Praktisi dan Profesi Konsultan Pajak Indonesia (P3KPI), Kamis (5/8/2021).

JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah Indonesia belum memiliki rencana untuk menerapkan pajak transaksi elektronik (PTE) di tengah proses dalam mencapai konsensus atas pemajakan aktivitas ekonomi digital.

Analis Kebijakan Muda Pusat Kebijakan Pendapatan Negara (PKPN) Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Melani Dewi Astuti mengatakan apabila Indonesia menerapkan PTE dan pada saat bersamaan konsensus global tercapai maka Indonesia harus mencabut ketentuan mengenai PTE tersebut.

"Ketika kita menerapkan, dengan adanya global agreement maka PTE yang adalah contoh unilateral measures-nya Indonesia harus dicabut," katanya dalam webinar bertajuk Digital Taxation yang digelar Perkumpulan Praktisi dan Profesi Konsultan Pajak Indonesia (P3KPI), Kamis (5/8/2021).

Sebagaimana yang tertuang dalam dokumen persetujuan 132 dari 139 negara anggota Inclusive Framework, negara-negara sepakat untuk tidak menerapkan digital service tax (DST) atau aksi unilateral lainnya.

Negara-negara yang tergabung Inclusive Framework tersebut akan berkoordinasi untuk mengatur implementasi dari aturan perpajakan internasional yang dan mencabut DST serta pajak-pajak sejenis lainnya.

Menurut Melani, pengenaan PTE tidak bertentangan dengan P3B mengingat PTE adalah jenis pajak baru di luar rezim PPh. PPh adalah pajak yang dikenakan atas net income atau penghasilan bersih, sedangkan PTE dikenakan atas turnover atau peredaran bruto.

Apabila hendak diterapkan, sesungguhnya PTE dapat dikenakan atas perusahaan yang memenuhi kriteria significant economic presence atau kehadiran ekonomi signifikan pada Pasal 6 ayat (7) UU No. 2/2020.

Pada ayat tersebut, suatu usaha dipandang memiliki kehadiran ekonomi signifikan bila memenuhi telah memenuhi threshold peredaran bruto, penjualan, dan pengguna aktif di Indonesia pada jumlah tertentu.

Meski demikian, Indonesia masih belum menerapkan ketentuan ini karena Indonesia lebih memilih untuk menunggu tercapainya konsensus global atas pemajakan ekonomi digital.

"Kami belum menerapkan efektif karena pajak perekonomian digital ini awalnya mau tercapai konsensus pada akhir 2020, tetapi mundur karena AS belum setuju. Mundur Juli 2021, tetapi masih belum konsensus juga," ujar Melani. (rig)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
user-comment-photo-profile
Daffa Abyan
baru saja
Konsensus pajak digital oleh OECD dapat menjadi tolak ukur best practice secara internasional. Selain itu juga, pengenaan pajak digital harus didukung dengan kesiapan adminitrasi pajak, khususnya dalam mendeteksi penerimaan pajak