Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Dirjen Pajak Suryo Utomo merilis petunjuk pelaksanaan penerapan reorganisasi instansi vertikal Ditjen Pajak (DJP). Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Rabu (19/5/2021).
Petunjuk pelaksanaan tersebut dimuat dalam SE-30/PJ/2021. Adapun reorganisasi instansi vertikal DJP telah diamanatkan dalam PMK 184/2020 yang menjadi perubahan atas PMK 210/2017. Simak beberapa ulasan terkait dengan PMK 184/2020 di sini.
“Guna keseragaman penerapan reorganisasi instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang berkaitan dengan hal-hal ketatalaksanaan, kepegawaian, pengelolaan kinerja, anggaran, dan pengelolaan barang milik negara,” demikian penggalan bagian umum SE-30/PJ/2021.
Seperti diberitakan sebelumnya, melalui PMK 184/2020, DJP memperjelas dan memerinci jenis kantor pelayanan pajak (KPP). Pasal 53 ayat (1) PMK 184/2020 menyatakan KPP terdiri atas 4 jenis, yaitu KPP Wajib Pajak Besar, KPP Khusus, KPP Madya, dan KPP Pratama.
Selain mengenai terbitnya petunjuk pelaksanaan penerapan reorganisasi instansi vertikal DJP, ada pula bahasan tentang dirilisnya surat edaran dari Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian terkait insentif pajak kendaraan bermotor (PKB) dan bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB).
Berikut ulasan berita selengkapnya.
SE-30/PJ/2021 memuat beberapa aspek yang menjadi ruang lingkup petunjuk pelaksanaan. Mulai dari pelaksanaan administrasi ketatalaksanaan, penatausahaan administrasi pekerjaan pada aplikasi Naskah Dinas Elektronik (Nadine), dan pelaksanaan monitoring pekerjaan pada aplikasi Sistem Informasi Ditjen Pajak (SIDJP).
Kemudian, ada pelaksanaan tugas dan fungsi sampai dengan adanya penetapan uraian jabatan oleh pejabat yang berwenang, pelaksanaan prosedur kerja sampai dengan adanya penetapan standar operasional prosedur (SOP) oleh pejabat yang berwenang, dan pelaksanaan administrasi kepegawaian.
Ada pula pengelolaan kinerja, pelaksanaan administrasi anggaran pada KPP yang mengalami perubahan jenis, serta pelaksanaan administrasi pengelolaan BMN pada unit kerja yang mengalami perubahan jenis KPP atau perubahan nomenklatur. Simak pula ‘PMK 184/2020 Terbit, Ini Kata DJP Soal Pembentukan KPP Madya Baru’. (DDTCNews)
Melalui KEP-146/PJ/2021 (perubahan KEP-28/PJ/2021), otoritas memundurkan waktu penerapan organisasi, tata kerja, dan saat mulai beroperasinya instansi vertikal DJP. Sejalan dengan itu, saat mulai terdaftar (SMT) wajib pajak di KPP baru juga mundur dari sebelumnya 3 Mei 2021 menjadi 24 Mei 2021.
Perubahan SMT itu tertuang dalam Peraturan Dirjen Pajak No. PER-09/PJ/2021. Beleid ini merupakan perubahan dari aturan sebelumnya, yakni PER-06/PJ/2021. SMT adalah tanggal wajib pajak terdaftar dan/atau dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak di KPP Pratama baru atau KPP Madya.
Sejalan dengan ketentuan itu, SE-30/PJ/2021 menetapkan saat mulai penerapan – tanggal mulai beroperasinya atau diterapkannya reorganisasi instansi vertikal – pada 24 Mei 2021. (DDTCNews)
Dalam Surat Edaran Mendagri No. 973/2894/SJ, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menyebutkan beberapa rekomendasi kepada gubernur dalam mendukung upaya pemerintah pusat mempertahankan iklim usaha yang kondusif di industri otomotif dalam negeri.
Pertama, gubernur dapat menetapkan pengurangan PKB dan BBNKB bagi kendaraan bermotor yang tercantum dalam Keputusan Menteri Perindustrian No. 169/2021. Kedua, gubernur menetapkan pengenaan PKB dan BBNKB kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB) untuk orang/barang, angkutan umum orang, dan angkutan umum barang paling tinggi sebesar 10% dari dasar pengenaan PKB dan BBNKB.
Ketiga, gubernur/bupati/wali kota memberikan insentif dalam bentuk pembebasan dan/atau pengurangan pajak parkir atau retribusi parkir. Pemerintah daerah juga bisa memberikan insentif pembebasan biaya retribusi pengujian kendaraan bermotor (uji KIR).
Kebijakan relaksasi lain yang bisa dilakukan pemerintah daerah adalah pembebasan kebijakan ganjil genap dan memfasilitasi pembangunan infrastruktur pendukung operasionalisasi bagi kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB). (DDTCNews)
Sesuai dengan PP 30/2020 – salah satu aturan turunan dari UU 2/2020 – ditegaskan kembali adanya penyesuaian tarif PPh wajib pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap menjadi 22% yang berlaku pada tahun pajak 2020 dan 2021. Tarif kembali turun menjadi 20% dan mulai berlaku pada tahun pajak 2022.
Kemudian, ada tarif pajak 3% lebih rendah dari tarif PPh badan tersebut bagi wajib pajak dalam negeri berbentuk perseroan terbuka dengan jumlah keseluruhan saham yang disetor ke perdagangan pada bursa efek di Indonesia paling sedikit 40% dan memenuhi persyaratan tertentu. (DDTCNews/Kontan)
Pemerintah memutuskan memperpanjang pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) skala mikro tahap kedelapan di 30 provinsi dari 18 Mei sampai dengan 31 Mei 2021.
Perpanjangan PPKM tersebut tertuang dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 11/2021. Dalam instruksi itu, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menyatakan perpanjangan PPKM mikro tersebut memperhatikan perkembangan kasus aktif Covid-19 saat ini. (DDTCNews/Kontan/Bisnis Indonesia) (kaw)