Manager and Expert Consultant DDTC Khisi Armaya Dhora memaparkan materi dalam webinar bertajuk Perempuan dalam Rezim Perpajakan Indonesia, Rabu (21/4/2021). (tangkapan layar Zoom)
JAKARTA, DDTCNews – Perempuan telah mengambil banyak peran dalam sistem pajak Indonesia. Peran tersebut utamanya sebagai pembayar pajak, praktisi pajak, dan sumber daya manusia (SDM) otoritas pajak.
Manager and Expert Consultant DDTC Khisi Armaya Dhora menyebut sebagai pembayar pajak, layaknya laki-laki, perempuan turut membayar pajak ketika menjadi konsumen, pekerja, dan pemberi kerja. Dia menyebut undang-undang perpajakan Indonesia pun bersifat netral terhadap gender.
Khisi menerangkan kontribusi perempuan sebagai pembayar pajak berpotensi terus meningkat. Pasalnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mengestimasi pada 2030 sampai 2045 kemungkinan besar jumlah penduduk perempuan akan mendominasi.
“Makin tingginya jumlah penduduk perempuan maka makin besar pula kesempatan perempuan untuk ikut berpartisipasi dalam dunia kerja dan pada akhirnya meningkatkan peran perempuan sebagai pembayar pajak,” jelas Khisi dalam webinar bertajuk Perempuan dalam Rezim Perpajakan Indonesia, Rabu (21/4/2021)
Meski demikian, masih ada isu ketidaksetaraan gender yang membuat partisipasi pekerja perempuan Indonesia stagnan pada angka 50% selama 20 tahun terakhir. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan dengan negara berkembang lain, seperti China yang sudah mencapai 61%.
Khisi mengungkapkan peran perempuan sebagai praktisi pajak terus berkembang dan meningkat. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya organisasi internasional yang mengakui kompetensi perempuan sebagai praktisi pajak.
Bahkan, lanjut Khisi, hasil survei Thomson Reuters (2019) menunjukkan saat ini, perempuan memiliki peran yang besar sebagai praktisi pajak. Namun, masih ada tantangan yang dimiliki perempuan untuk mencapai level playing field yang sama dengan laki-laki.
Khisi juga menguraikan hasil survei dari Jon Moore bertajuk Women in Tax Leaders Survey 2021 yang menunjukan 4 fakta menarik. Pertama, lebih dari 60% setuju kesetaraan gender dalam industri pajak meningkat dalam 20 tahun terakhir.
Kedua, hampir 40% setuju praktisi perempuan menghadapi rintangan yang lebih besar dalam meraih kesuksesan sebagai praktisi pajak. Ketiga, hampir 60% setuju bagi perempuan mencapai work-life balance lebih penting. Keempat, hampir 60% setuju industri pajak saat ini menjadi pilihan yang lebih menarik bagi perempuan
“Berdasarkan pengalaman pribadi saya, praktisi pajak di DDTC juga didominasi perempuan, bahkan hampir 50%,” ujar Khisi.
Selanjutnya, Khisi menerangkan peran perempuan sebagai SDM dalam otoritas pajak. Dia mengatakan berdasarkan pada data International Survey on Revenue Administration (ISORA), jumlah pegawai laki-laki dan perempuan pada otoritas pajak di berbagai negara memiliki komposisi yang relatif seimbang.
Namun, lanjut Khisi, persentase kesempatan perempuan dalam menempati jabatan eksekutif di negara berpenghasilan rendah lebih besar. Dalam kesempatan tersebut, Khisi juga menjelaskan tentang 4 isu ketidaksetaraan gender dalam pajak.
Pertama, ada kecenderungan unit pemajakan PPh berbasis keluarga yang cenderung bias. Kedua, minimnya insentif pajak bagi perempuan yang bekerja. Ketiga, beban pajak lebih besar bagi barang/jasa yang dikonsumsi perempuan.
Keempat, di beberapa negara terdapat pajak dan retribusi yang dibebankan khusus pada perempuan atas jasa yang diberikan pemerintah lokal, misalnya jasa keamanan. Adapun untuk mengatasi isu tersebut setidaknya terdapat 4 kebijakan pajak yang dapat diterapkan.
Pertama, mengubah konsep penghasilan berbasis keluarga menjadi individu. Kedua, memberikan insentif pajak bagi perusahaan yang mempekerjakan perempuan yang telah memiliki anak.
Ketiga, menerapkan pengurang penghasilan kena pajak tambahan bagi perempuan yang bekerja dan memiliki anak. Keempat, mengecualikan pajak pertambahan nilai (PPN) atas barang dan jasa tertentu yang dapat mendukung perempuan bekerja.
“Negara yang sudah berhasil [menerapkan] tax policy untuk partisipasi perempuan dalam bekerja adalah Singapura,” tutup Khisi.
Sebagai informasi, webinar ini diselenggarakan Perhimpunan Pelajar Indonesia United Kingdom (PPI UK) bekerja sama dengan Indonesian Tax Centre in the United Kingdom (Intact-UK). Webinar yang diselenggarakan untuk memeriahkan Hari Kartini ini dimoderatori PhD Candidate di University College London (UCL) dan Ketua Umum PPI UK Gatot Subroto.
Selain Khisi, ada 2 narasumber lainnya. Pertama, Kepala Kanwil Ditjen Pajak (DJP) Sumatra Selatan dan Kepulauan Bangka Belitung Romadhaniah. Kedua, Dosen Universitas Kristen Satya Wacana Theresia Woro Damayanti. (kaw)