Gubernur BI Perry Warjiyo dalam webinar bertajuk Akselerasi Indonesia Maju melalui Penanaman Modal dan Insentif Fiskal (Perpres 10/2021 dan PMK 18/2021). (tangkapan layar Youtube)
JAKARTA, DDTCNews – Bank Indonesia (BI) dan pemerintah melanjutkan skema berbagi beban atau burden sharing untuk pembiayaan APBN dalam penanganan dampak pandemi Covid-19 yang telah dimulai tahun lalu.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan skema burden sharing tersebut akan membantu pemerintah mencukupi kebutuhan pembiayaan anggaran untuk belanja public goods dan non-public goods. Sepanjang 2020, pembelian surat berharga negara (SBN) melalui skema ini mencapai Rp473,4 triliun.
"Tahun ini, sampai dengan 16 Maret [pembelian SBN melalui burden sharing] Rp65 triliun," katanya dalam sebuah webinar, Kamis (1/4/2021).
Perry mengatakan bank sentral dalam situasi pandemi terus mengerahkan seluruh kebijakannya untuk mendukung pemulihan ekonomi bersama dengan pemerintah dan Otoritas Jasa Keuangan. Selain burden sharing, BI juga melakukan relaksasi kebijakan makroprudensial.
BI, sambungnya, telah menurunkan suku bunga acuan atau BI 7 days reverse repo rate menjadi 3,5% atau terendah sepanjang sejarah. Kemudian, BI terus memastikan pelonggaran likuiditas perbankan atau quantitative easing senilai Rp776 triliun atau terbesar di antara negara berkembang lainnya.
Dia bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati selalu berkoordinasi untuk memastikan berbagai kebijakan fiskal dan moneter efektif memulihkan perekonomian. Yang terbaru, BI melonggarkan rasio loan to value (LTV) untuk kredit properti, rasio financing to value (FTV) untuk pembiayaan properti, dan uang muka untuk kredit atau pembiayaan kendaraan bermotor.
BI melonggarkan ketentuan uang muka KKB/PKB menjadi paling sedikit 0% untuk semua jenis kendaraan bermotor baru demi mendukung insentif pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) pada mobil ditanggung pemerintah (DTP).
Kemudian, ada kebijakan melonggarkan rasio LTV/FTV pada KP/PP menjadi paling tinggi 100% pada semua jenis property untuk mendukung insentif pajak pertambahan nilai (PPN) penyerahan rumah dan rusun DTP.
"Inilah tujuan utama kami terus melakukan sosialisasi komunikasi, yakni untuk menumbuhkan optimisme bersama kita bisa melakukan pemulihan ekonomi," ujarnya.
Tahun ini, BI memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia berada pada kisaran 4,3% - 5,3%. Pertumbuhan itu ditopang pemulihan ekspor, stimulus fiskal, serta perbaikan investasi.
Sebagai informasi, dalam webinar bertajuk Akselerasi Indonesia Maju melalui Penanaman Modal dan Insentif Fiskal (Perpres 10/2021 dan PMK 18/2021) tersebut, hadir pula Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Pada sesi diskusi, ada tiga narasumber yang hadir. Mereka adalah Direktur Peraturan Perpajakan I Ditjen Pajak (DJP) Hestu Yoga Saksama, Managing Partner DDTC Darussalam, serta Ketua Umum Kadin Indonesia Rosan P. Roeslani.
Acara ini diadakan Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM bersama PP KAFEGAMA, KAFEGAMA DIY, ISEI Yogyakarta, Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, dan Kadin Indonesia. (kaw)