Ilustrasi. (DDTCNews)
JAKARTA, DDTCNews â Wajib pajak yang mengajukan permohonan untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak kini harus melampirkan bukti kesulitan likuiditas atau keadaan di luar kekuasaan wajib pajak.
Bukti tersebut berupa laporan keuangan interim, laporan keuangan, atau catatan tentang peredaran atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto. Ketentuan ini tercantum dalam Pasal 21 ayat (1) dan ayat (4) PMK 242/2014 yang telah diubah melalui Pasal 103 PMK 18/2021.
âPermohonan Wajib PajakâĤharus diajukan menggunakan surat permohonan pengangsuran pembayaran pajak atau surat permohonan penundaan pembayaran pajakâĤ. dilampiri alasan dan bukti kesulitan likuiditas atau keadaan di luar kekuasaan wajib pajakâĤberupa laporan keuangan interim, laporan keuangan, atau catatan tentang peredaran atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan brutoâ demikian kutipan beleid itu, seperti dikutip pada Selasa (2/3/2021)
Selain itu, batas waktu penyampaian surat permohonan pengangsuran atau penundaan pembayaran pajak juga diubah. Sebelumnya, surat permohonan harus disampaikan paling lama 9 hari kerja sebelum jatuh tempo pembayaran.
Namun, permohonan tersebut kini bisa disampaikan paling lama pada saat SPT Tahunan disampaikan dan atau sebelum surat paksa diberitahukan oleh jurusita pajak kepada penanggung pajak seperti diatur dalam UU Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa.
Untuk penundaan paling lama pada saat SPT Tahunan, jangka waktu ini berlaku untuk kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan SPT Tahunan PPh, sedangkan penundaan sebelum surat paksa berlaku untuk pajak yang terutang berdasarkan SPPT, SKP, dan STP PBB.
Batas waktu yang kedua itu juga berlaku untuk pajak yang masih harus dibayar berdasarkan Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), serta SKPKB Tambahan (SKPKBT), dan Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali.
Surat permohonan tersebut juga dapat disampaikan secara elektronik melalui saluran tertentu yang ditetapkan Dirjen Pajak. Selain secara elektronik, wajib pajak juga masih bisa menyampaikan surat permohonan secara tertulis
Bagi wajib pajak yang menghendaki pengajuan secara tertulis dapat menyampaikannya secara langsung atau melalui pos dengan bukti pengiriman surat, atau melalui perusahaan jasa ekspedisi/jasa kurir dengan bukti pengiriman surat.
PMK 18/2020 ini berlaku mulai 17 Februari 2021. Beleid yang merupakan aturan pelaksana dari UU Cipta Kerja ini mencakup ketentuan di bidang PPh, PPN dan PPnBM, serta ketentuan umum dan tata cara perpajakan. (rig)