Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah mengatur secara khusus perlakuan pajak atas penghasilan berbentuk dividen yang diterima mitra Lembaga Pengelola Investasi (LPI) atau Indonesia Investment Authority (INA).
Ketentuan mengenai dividen ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) 49/2021 tentang Perlakukan Perpajakan Atas Transaksi yang Melibatkan LPI dan/atau Entitas yang Dimilikinya. Beleid ini diundangkan pada 2 Februari 2021.
“Atas kerja sama LPI dengan pihak ketiga … dan fund, yang tidak memenuhi ketentuan sebagai subjek pajak badan dalam negeri, perlakuan perpajakannya dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan,” bunyi penggalan Pasal 8 PP tersebut, dikutip pada Senin (22/2/2021).
Ada dua kelompok penghasilan berupa dividen yang diterima atau diperoleh oleh pihak ketiga sehubungan dengan kerja sama dengan LPI. Keduanya merupakan objek pajak penghasilan. Pertama, dividen yang berasal dari pembayaran kembali karena likuidasi yang melebihi jumlah modal yang disetor atau nilai investasi awal.
Namun, sesuai dengan ketentuan dalam PP 49/2021, terhadap penghasilan berupa dividen karena likuidasi yang diterima pihak ketiga untuk subjek pajak luar negeri (SPLN) – yang melakukan kerja sama dengan LPI bersifat langsung dan entitas atau bentuk kerja samanya tersebut merupakan subjek pajak badan dalam negeri – berlaku 2 ketentuan.
Ketentuan pertama, dividen itu bukan objek pajak penghasilan (PPh) sepanjang diinvestasikan atau digunakan untuk mendukung kebutuhan bisnis lainnya di wilayah NKRI dalam jangka waktu 3 tahun sejak dividen itu diterima atau diperoleh.
Ketentuan kedua, dividen dikenai PPh yang bersifat final sebesar 7,5% atau sesuai tarif yang diatur dalam persetujuan penghindaran pajak berganda. Ketentuan ini berlaku jika dividen itu tidak diinvestasikan atau tidak digunakan untuk mendukung kebutuhan bisnis lainnya di NKRI paling singkat 3 tahun sejak dividen diterima atau diperoleh.
Sementara terhadap penghasilan berupa dividen karena likuidasi yang diterima pihak ketiga untuk subjek pajak dalam negeri (SPDN) dikecualikan sebagai objek pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf f UU PPh yang telah diubah dengan UU Cipta Kerja.
Kedua, dividen lainnya dengan nama dan dalam bentuk apapun. Dividen kelompok ini merupakan bagian laba yang diperoleh pemegang saham. Dividen yang dimaksud meliputi pembagian laba, baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan nama dan bentuk apapun.
Kemudian, pembayaran kembali karena likuidasi yang melebihi jumlah modal disetor. Ada pula pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran termasuk saham bonus yang berasal dari kapitalisasi agio saham.
Selanjutnya, pembagian laba dalam bentuk saham serta pencatatan tambahan modal yang dilakukan tanpa penyetoran. Ada pula jumlah yang melebihi jumlah setoran sahamnya yang diterima atau diperoleh pemegang saham karena pembelian kembali saham-saham oleh perseroan yang bersangkutan.
Selanjutnya, pembayaran kembali seluruhnya atau sebagian dari modal yang disetorkan. Ini terjadi jika dalam tahun-tahun yang lampau diperoleh keuntungan, kecuali jika pembayaran kembali itu adalah akibat dari pengecilan modal dasar (statuter) yang dilakukan secara sah.
Ada pula pembayaran sehubungan dengan tanda-tanda laba, termasuk yang diterima sebagai penebusan tanda-tanda laba tersebut. Kemudian, pengeluaran perusahaan untuk keperluan pribadi pemegang saham yang dibebankan sebagai biaya perusahaan.
Namun, sesuai dengan ketentuan dalam PP ini, dividen lainnya yang diterima pihak ketiga untuk SPLN dikenai PPh bersifat final sebesar 7,5% atau sesuai tarif yang diatur dalam P3B. Pengenaan PPh final itu berlaku jika kerja sama dengan LPI bersifat langsung dan entitas atau bentuk kerja samanya merupakan subjek pajak badan dalam negeri.
Adapun dividen lainnya yang diterima pihak ketiga untuk SPDN dikecualikan sebagai objek pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf f UU PPh yang telah diubah dengan UU Cipta Kerja.
Adapun PPh bersifat final dipotong entitas atau bentuk kerja sama LPI dengan pihak ketiga. Pemotongan dilakukan pada akhir bulan dibayarkannya penghasilan, disediakan untuk dibayarkannya penghasilan, atau jatuh temponya pembayaran penghasilan yang bersangkutan.
“Tergantung peristiwa mana yang terjadi terlebih dahulu,” demikian bunyi penggalan Pasal 12 ayat (4) PP tersebut.
Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, baik dividen karena likuidasi maupun divden lain dengan nama dan bentuk apapun, tidak dapat dibebankan sebagai pengurang penghasilan bruto.
Sebagai informasi, LPI memiliki wewenang untuk bekerja sama dengan pihak ketiga. Pihak ketiga yang dimaksud antara lain mitra investasi, manajer investasi, BUMN, hingga entitas lainnya baik dari dalam maupun luar negeri.
Kerja sama dengan pihak ketiga dilaksanakan melalui pemberian atau penerimaan kuasa kelola, pembentukan usaha patungan, atau bentuk kerja sama lainnya.