Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah mengubah ketentuan mengenai penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB).
Perubahan itu masuk dalam Peraturan Pemerintah (PP) 9/2021 tentang Perlakuan Perpajakan untuk Mendukung Kemudahan Berusaha. Dalam aturan turunan UU Cipta Kerja ini dimuat perubahan atas PP 74/2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan.
Perubahan ketentuan tentang penerbitan SKPKB itu merupakan implikasi dihapusnya ketentuan penerbitan ketetapan pajak terhadap pidana pajak yang telah diputus. Ketentuan dalam Pasal 13 ayat (5) UU KUP itu telah dihapus melalui UU Cipta Kerja.
Hal tersebut berdampak pada perubahan pada Pasal 14 PP 74/2011 yang dilakukan melalui PP 9/2021. Dalam beleid yang berlaku mulai 2 Februari 2021 ini, tidak ada lagi penerbitan SKPKB melewati jangka waktu 5 tahun setelah berakhirnya masa/bagian tahun/tahun pajak.
“Dalam jangka waktu 5 tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak, direktur jenderal pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar berdasarkan hasil pemeriksaan,” penggalan Pasal 14 PP 74/2011 yang telah diubah melalui PP 9/2021, dikutip pada Senin (22/2/2022).
Penerbitan SKPKB itu dilakukan ketika pertama, pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar. Kedua, Surat Pemberitahuan (SPT) tidak disampaikan dalam jangka waktu sesuai dengan Pasal 3 ayat (3) UU KUP dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya yang ditentukan dalam Surat Teguran.
Ketiga, pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) ternyata tidak seharusnya dikompensasikan selisih lebih pajak atau tidak seharusnya dikenai tarif 0%. Keempat, kewajiban sesuai dengan Pasal 28 atau Pasal 29 UU KUP tidak dipenuhi sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yang terutang.
Kelima, wajib pajak diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan/atau dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak (PKP) secara jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4a) UU KUP.
Keenam, PKP tidak melakukan penyerahan dan/atau ekspor barang kena pajak (BKP) dan/atau jasa kena pajak (JKP) dan telah diberikan pengembalian pajak masukan atau telah mengkreditkan pajak masukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (6e) UU PPN. (kaw)