Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa. (tangkapan layar Youtube)
JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah terbuka terhadap masukan kebijakan dari dunia usaha dalam upaya untuk memulihkan perekonomian pascapandemi. Masukan kebijakan terkait insentif pajak, termasuk tax amnesty, juga bisa didiskusikan.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa, dalam sebuah forum CEO, mengatakan pemerintah akan membuat skema insentif pajak yang efektif bagi dunia usaha sekaligus tidak membebani dari sisi fiskal.
“Saya setuju soal tax [incentive], bagaimana kita bisa bicarakan cara pembayaran, keringanan. Apakah kita bikin lagi tax amnesty jilid II dan jilid III dan bentuknya seperti apa?” ujar Suharso, Kamis (21/1/2021).
Suharso mengatakan pandemi Covid-19 menjadi tantangan berat dalam pemulihan ekonomi nasional. Pemerintah pun harus menggunakan instrumen fiskalnya untuk memberikan stimulus, termasuk dengan insentif pajak.
Pada 2020, pemerintah memberikan berbagai insentif pajak berupa pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP), pembebasan PPh Pasal 22 impor, diskon angsuran PPh Pasal 25, serta pengembalian pendahuluan pajak pertambahan nilai (PPN) untuk dunia usaha. Adapun pada UMKM, ada insentif PPh final DTP.
Pada tahun ini, beberapa insentif juga berlanjut tapi dengan pagu yang lebih kecil. Insentifnya yakni insentif pajak DTP, pembebasan PPh Pasal 22 impor, serta pengembalian pendahuluan PPN. Simak artikel ‘Soal Insentif Pajak untuk WP Terdampak Pandemi Covid-19, Ini Kata DJP’.
Menurut Suharso, masih ada peluang insentif pajak itu bertambah untuk mempercepat pemulihan ekonomi. Dalam forum tersebut, dia juga menyinggung opsi kebijakan penghitungan kembali atau revaluasi aset.
"Misalnya kita lakukan revaluasi. Akibat pandemi kan pasti bisa terjadi sesuatu. Ya mari kita coba perhitungkan," ujarnya.
Di sisi lain, Suharso menegaskan pemerintah tetap berupaya menjaga batas defisit APBN lantaran berdampak pada utang. Hingga akhir 2020, posisi utang pemerintah tercatat Rp6.074,56 triliun, dengan rasio utang 38,68% terhadap PDB. (kaw)