Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Astera Primanto Bhakti. (Foto: DDTCNews)
JAKARTA, DDTCNews - Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) Kementerian Keuangan memastikan penyesuaian tarif pajak daerah yang dilakukan pemerintah pusat sesuai amanat UU No. 11/2020 tentang Cipta Kerja tetap akan mempertimbangkan kapasitas fiskal daerah.
Dirjen Perimbangan Keuangan Astera Primanto Bhakti mengatakan rancangan peraturan pemerintah (RPP) turunan UU No. 11/2020 mengenai pajak daerah akan memberi ruang pemerintah pusat mengintervensi tarif pajak daerah yang eksesif dan untuk kepentingan proyek strategis nasional (PSN).
"Untuk PSN tentunya harus ada usulan dari kementerian yang menggawangi PSN tersebut dan kami juga akan melakukan analisis termasuk dampak terhadap kapasitas fiskal daerah akibat penurunan tarif," ujar Prima, Rabu (18/11/2020).
Prima menceritakan sebelum UU No. 11/2020, masih banyak pemerintah daerah (pemda) yang berupaya memaksimalkan tarif pajak daerah dan juga memperluas objek pajak dari jenis-jenis pajak yang dapat dipungut oleh pemda.
Hal ini menimbulkan masalah dari sisi birokrasi dan juga menghambat kegiatan investasi karena semakin menambah beban yang perlu ditanggung pengusaha dalam membuka usahanya.
Maksimalisasi tarif pajak daerah tersebut juga didorong oleh kontribusi pendapatan asli daerah (PAD) terhadap pendapatan daerah yang cenderung kecil. "Pendapatan daerah itu 70% dari pemerintah pusat 30% dari PAD sendiri. PAD sendiri pajaknya hanya 60-70% dari PAD," ujar Prima.
Sesuai dengan ketentuan pajak daerah pada UU No. 11/2020 dan RPP yang sedang disusun, pemerintah pusat nantinya dapat melakukan evaluasi perda pajak daerah baik secara preventif maupun dalam bentuk penyesuaian.
Saat ada rancangan perda pajak daerah dari pemda, DJPK bersama Kementerian Dalam Negeri akan melakukan analisa guna memastikan kesesuaian norma pajak daerah pada rancangan perda dengan kebijakan fiskal nasional.
"Kebijakan fiskal nasional ini kebijakan menyeluruh, bukan hanya prosedur tetapi juga substansi yang harus kita perhatikan secara mendalam. Misalnya standar, izin untuk insentif, dan ketentuan lain yang tentunya terkait dengan ease of doing business (EoDB)," ujar Prima. (Bsi)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.