Ilustrasi. Gedung DJP.
JAKARTA, DDTCNews – Pengawasan, pemeriksaan, dan ekstensifikasi wajib pajak akan menjadi salah satu upaya Ditjen Pajak (DJP) dalam meningkatkan penerimaan pada sisa waktu tahun ini. Langkah otoritas pajak tersebut menjadi bahasan media nasional pada hari ini, Jumat (14/8/2020).
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama mengungkapkan kendati masih dalam masa pandemi Covid-19, otoritas tetap mengamati kondisi wajib pajak di lapangan. Langkah ini untuk melihat potensi penerimaan pajak yang bisa dioptimalkan.
“Dari sisi konsumsi belum banyak masyarakat yang kembali melakukan aktivitas ekonominya, terutama yang kelas menengah dan atas. Namun, kita melihat terus perkembangannya seperti apa. Kami masih optimistis [pencapaian] berada di target baru. Kita upayakan itu lebih realistis,” katanya.
Penerimaan pajak hingga semester I/2020 masih terkontraksi 12,0%, lebih dalam dibandingkan dengan kontraksi pada akhir Mei 2020 sebesar 10,8%. Dengan nilai Rp531,7 triliun, realisasi itu mencapai 44,4% dari target baru yang ditetapkan dalam Perpres No. 72/2020 senilai Rp1.198,8 triliun.
Sebagai perbandingan, realisasi penerimaan pajak selama enam bulan pertama pada 2019 tercatat senilai Rp604,3 triliun atau 38,3% terhadap target. Performa tersebut sekaligus tercatat mengalami pertumbuhan 3,9%.
Terkait dengan target penerimaan pajak, pada hari ini, Presiden Jokowi akan menyampaikan RUU APBN 2021 beserta Nota Keuangan dan dokumen pendukungnya kepada DPR. Presiden Jokowi juga akan menyampaikan pidato kenegaraan dalam rangka HUT ke-75 Kemerdekaan Republik Indonesia.
Selain mengenai upaya pengamanan penerimaan penerimaan pajak pada sisa tahun ini, ada pula bahasan terkait dengan pembukaan peluang kerja sama bank swasta untuk integrasi layanan pendaftaran dan validasi nomor pokok wajib pajak (NPWP).
Berikut ulasan berita selengkapnya.
Meskipun berbagai stimulus atau insentif diberikan, DJP mengatakan aktivitas pengawasan, pemeriksaan, dan ekstensifikasi yang memanfaatkan database wajib pajak tengah dirumuskan dan akan dijalankan. Hal tersebut sebagai bagian dari upaya menjaga penerimaan pada tahun ini.
“[Pengawasan dan pemeriksaan] dari database, yang kewajiban perpajakan tahun lalu belum sesuai dengan ketentuan pembetulan. Saat ini upaya-upaya itu kami lakukan,” kata Hestu. (Kontan)
Managing Partner DDTC Darussalam berpendapat penerimaan pajak tahun ini akan sangat dipengaruhi dengan dinamika perekonomian yang akibat pandemi Covid-19. Pelemahan ekonomi telah menekan sektor unggulan, seperti manufaktur, pertambangan, dan perdagangan. Selain itu, berbagai insentif pajak diberikan otoritas.
Pada semester II/2020, menurutnya, masih ada harapan pemulihan ekonomi secara gradual dan bergerak ke arah pertumbuhan yang lebih positif. Kunci utamanya adalah konsumsi masyarakat. Hal ini akan berdampak positif terhadap penerimaan pajak pertambahan nilai (PPN).
“Sementara untuk pajak penghasilan (PPh), pola pemulihan penerimaannya sepertinya masih belum sedemikian optimal,” ujar Darussalam. (Kontan)
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan ruang kerja sama dengan bank di luar Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) akan selalu terbuka. Bank milik swasta dan pemerintah daerah bisa berpartisipasi.
“Kami sangat membuka diri apabila bank-bank di luar Himbara juga berpartisipasi untuk memberikan layanan pendaftaran NPWP dan dapat melakukan validasi NPWP," katanya.
Adapun pada saat ini, pelayanan NPWP di perbankan baru akan dilayani di bank anggota Himbara. Layanan validasi dan pendaftaran NPWP bagi nasabah atau calon nasabah secara online tersebut akan dimulai pada 17 Agustus 2020. Simak artikel ‘Mulai 17 Agustus 2020, Bank Layani Pendaftaran NPWP Nasabah’. (DDTCNews)
DJP menegaskan semua wajib pajak pemotong PPh Pasal 23/26 yang memenuhi pasal 6 PER-04/PJ/2017 wajib menggunakan e-Bupot. Ketentuan ini berlaku setelah KEP-368/PJ/2020 diterbitkan. Simak artikel ‘Dirjen Pajak Rilis Keputusan Baru Penetapan Pemotong PPh Pasal 23/26’.
Dalam beleid ini, seluruh wajib pajak yang memenuhi syarat menggunakan SPT masa PPh Pasal 23/26 secara elektronik harus membuat bukti pemotongan dan diwajibkan menyampaikan SPT masa berdasarkan PER-04/PJ/2017 (e-Bupot) mulai masa pajak September.
“Semua wajib pajak yang memenuhi Pasal 6 dari PER-04/PJ/2017 maka wajib langsung menerapkan e-Bupot untuk pemotongan PPh Pasal 23/26," ujar Direktur Peraturan Perpajakan II DJP Yunirwansyah. (DDTCNews)
Dalam Pasal 9 Peraturan Dirjen Pajak No.PER-14/PJ/2020 dinyatakan dirjen pajak dalam jangka waktu paling lama 12 bulan sejak tanggal surat keberatan diterima, harus memberikan keputusan atas keberatan yang diajukan wajib pajak melalui aplikasi e-Objection. Simak artikel ‘Penyampaian Bisa Kapan Saja, Unduh Panduan E-Objection di Sini’.
“Apabila jangka waktu … telah terlampaui dan direktur jenderal pajak tidak memberi keputusan atas keberatan, keberatan yang diajukan oleh wajib pajak dianggap dikabulkan,” demikian bunyi penggalan Pasal 9 ayat (2) PER-14/PJ/2020.
Karena dianggap dikabulkan, dirjen pajak menerbitkan surat keputusan keberatan sesuai dengan pengajuan keberatan wajib pajak dalam jangka waktu paling lama satu bulan sejak jangka waktu 12 bulan berakhir. (DDTCNews) (kaw)