Suasana Webinar Perpajakan Internasional Kanwil DJP Riau dan IKPI Cabang Batam, (Foto: DJP)
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak menyebutkan Indonesia telah memenuhi 4 minimum standar dalam 15 rencana aksi (action plan) untuk menangani BEPS yang dirilis G20/OECD. Jumlah tersebut akan terus bertambah menyusul terbitnya PMK Nomor 22/PMK.03/2020.
Direktur Perpajakan Internasional DJP John Hutagaol mengatakan penambahan standar itu akan membuat Indonesia semakin siap memerangi praktik penggerusan basis pajak dan pengalihan laba/base erosion and profit shifting (BEPS).
"Indonesia juga segera memenuhi BEPS Aksi 8-10 mengenai transfer pricing," katanya saat menjadi pembicara Webinar Perpajakan Internasional Kanwil DJP Riau dan IKPI Cabang Batam, Kamis (16/7/2020).
John menuturkan penambahan komitmen atas rencana aksi BEPS karena sudah keluarnya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 22/PMK.03/2020. Beleid tersebut memuat pengaturannya mengenai Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha (PKKU).
Dia menuturkan ada kebutuhan mendesak bagi Indonesia untuk ikut serta dalam kerangka kerja internasional seperti rencana aksi BEPS. Hal ini tidak lain semakin terbukanya ruang melakukan penghindaran dan pengelakan pajak seiring berkembangnya teknologi informasi.
Perkembangan teknologi telah mentransformasi lanskap perekonomian global dan telah melahirkan era ekonomi digital yang memperkenalkan model bisnis dan skema baru seperti bisnis e-commerce, start up, over the top, fintech, gig and sharing economies, dan crypto currencies.
Skema bisnis daring tersebut bisa dilakukan lintas yurisdiksi tanpa memerlukan kehadiran fisik atau kantor cabang di negara tempat beroperasi. Fenomena ini pada gilirannya membuat semakin maraknya praktik penghindaran pajak atas transaksi lintas negara.
Penggerusan basis pajak dan pengalihan laba jamak ditemui melalui penyalahgunaan transfer pricing, thin capitalization, treaty abuse, dan controlled foreign companies. Oleh karena itu, diperlukan kerja sama internasional untuk menangkal praktik ilegal tersebut.
"Kini banyak terjadi asimetri informasi yang dialami oleh otoritas pajak di banyak negara mengenai bisnis proses dan kegiatan wajib pajak yang melakukan transaksi lintas negara," terang John. (Bsi)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.