INSENTIF PAJAK

Usaha Mikro Enggan Manfaatkan Insentif Pajak, Ini Kata Asosiasi UMKM

Muhamad Wildan
Selasa, 14 Juli 2020 | 15.28 WIB
Usaha Mikro Enggan Manfaatkan Insentif Pajak, Ini Kata Asosiasi UMKM

Pekerja menyelesaikan produksi miniatur dari bambu di Desa Cimangenteung, Lebak, Banten, Rabu (8/7/2020). ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas/agr/foc.

JAKARTA, DDTCNews—Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo) menyatakan rendahnya pemanfaatan insentif PPh final UMKM ditanggung pemerintah (DTP) disebabkan adanya keengganan dari pelaku UMKM untuk memanfaatkan fasilitas tersebut.

Ketua Umum Akumindo Ikhsan Ingratubun mengungkapkan kebanyakan usaha mikro masih belum memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP) dan sangat menghindari untuk berurusan dengan otoritas pajak.

"Kebanyakan teman-teman usaha mikro lebih memilih tidak memanfaatkan fasilitas itu ketimbang harus ber-NPWP. Bahasa mereka [usaha mikro] itu jebakan pemerintah, jadi lebih baik tidak memanfaatkan," kata Ikhsan, Senin (13/7/2020).

Berdasarkan data Ditjen Pajak (DJP) per 10 Juli 2020, total UMKM yang memanfaatkan fasilitas PPh final UMKM DTP sebanyak 201.880 WP atau sekitar 10% dari jumlah UMKM terdaftar sebanyak 2,3 juta wajib pajak.

Porsi wajib pajak UMKM ini juga jauh lebih rendah bila dibandingkan jumlah UMKM yang ada di Indonesia. Data Kementerian Koperasi dan UKM mencatat jumlah UMKM per 2018 mencapai 64,19 juta dengan 63,35 juta di antaranya adalah usaha mikro.

Merujuk pada UU No. 20/2008 tentang UMKM, yang dimaksud usaha mikro adalah usaha dengan omzet di bawah Rp300 juta setahun atau memiliki kekayaan bersih sebesar Rp50 juta tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.

Sebaliknya, lanjut Ikhsan, usaha kecil dan menengah justru menyambut positif pemberian fasilitas PPh final UMKM DTP ini. Mayoritas usaha kecil dan menengah sudah punya NPWP dan rutin membayar pajak dengan skema PPh final 0,5%.

Keengganan usaha mikro mengurus pajak juga dikarenakan beban administrasi pajak seperti pelaporan SPT ketika membayar pajak dengan skema PPh final dipandang terlalu kompleks oleh usaha mikro sehingga perlu lebih disimplifikasi.

“Pelaporan pajak yang menurut DJP mudah itu masih ribet buat usaha mikro. Landasannya memang omzet, tapi ya tetap formulirnya saja masih sulit,” jelas Ikhsan. (rig)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.