Sekretaris Kemenko Perekonomian Susiwijono Moegiarso.
JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah masih terus mengkaji rencana perluasan insentif pajak untuk wajib pajak tedampak wabah virus Corona. Topik tersebut menjadi bahasan media nasional pada hari ini, Selasa (14/4/2020).
Sekretaris Kemenko Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengatakan pemerintah tengah membahas semua sektor perekonomian yang kemungkinan bisa mendapatkan insentif pajak dalam Peraturan Menteri Keuangan No.23/PMK.03/2020.
“Semua sektor sedang kami bahas dengan seluruh kementerian/lembaga terkait dan kami hitung dampak fiskalnya dengan Bu Menkeu [Sri Mulyani Indrawati],” katanya.
Sebelumnya, Sri Mulyani Indrawati mengaku berencana memperluas penerima insentif pajak tersebut. Pemerintah terus mengkaji kriteria sektor yang bisa turut menikmati insentif pajak dan skema pelaksanaannya. Simak artikel ‘Kaji Usulan, Sri Mulyani Bakal Perluas Penerima Insentif Pajak’.
Selain itu, ada pula pembahasan mengenai penyelenggaraan kelas pajak online oleh Ditjen Pajak (DJP). Penyelenggaraan kelas pajak online ini memang bertepatan dengan masa pencegahan penyebaran virus Corona. Apalagi, pelayanan tatap muka telah dihentikan sementara hingga 21 April 2020.
Berikut ulasan berita selengkapnya.
Sekretaris Kemenko Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengatakan kajian perluasan penerima insentif pajak yang dilakukan bersama kementerian/lembaga terkait sudah cukup lengkap. Pembahasan sudah dilakukan beberapa kali melalui rapat koordinasi sehingga tinggal finalisasi dalam rapat koordinasi tingkat menteri.
“Kami tinggal melakukan koordinasi dengan eselon I terkait untuk segera diputuskan di rakor menteri,” ujarnya. (Kontan)
Penyelenggaraan kelas pajak online dilakukan oleh Kanwil, KPP, atau KP2KP. Informasi lengkap mengenai daftar kantor pajak yang menyelenggarakan kelas, tema, waktu pelaksanaan, hingga channel pendaftaran bisa Anda lihat di laman berikut.
Penyelenggaraan kelas pajak online ini menjadi wujud komitmen DJP dalam membantu pelaksanaan pemenuhan kewajiban perpajakan dari para wajib pajak. Apalagi, batas akhir pelaporan SPT tahunan baik wajib pajak orang pribadi maupun badan jatuh pada 30 April 2020. Simak artikel ‘Tidak Ubah Deadline Lapor SPT Tahunan WP Badan, Ini Komitmen DJP’. (DDTCNews)
Direktur Teknologi Informasi dan Komunikasi DJP Iwan Djuniardi mengatakan penyelesaian aplikasi online – sebagai saluran wajib pajak mengajukan insentif pajak yang ada dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.28/PMK.03/2020—tengah dikebut oleh tim.
Bila proses dapat diakselerasi maka aplikasi permohonan insentif secara elektronik akan bisa digunakan pada pekan depan. Jika tidak,aplikasi tersebut paling lambat akan siap pada akhir April 2020.
“Insyaallah minggu depan dan paling lambat akhir bulan ini kita usahakan sudah masuk ke sistem DJP," ungkapnya. (DDTCNews)
Berdasarkan data di laman resmi DJP, pelaporan SPT tahunan per 13 April 2020 sebanyak 9,3 juta atau turun 19,8% dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebanyak 11,6 juta SPT tahunan. Persentase penurunan itu sudah berkurang dari posisi 8 April 2020 sebesar 20,43%.
Dari jumlah SPT tahunan yang sudah masuk, pelaporan secara elektronik atau online mendominasi sebanyak 8,9 juta atau mengambil porsi 96,4%. Meskipun jumlah SPT yang masuk turun 17,6%, porsi tersebut sudah lebih tinggi dibandingkan tahun lalu yang hanya mencapai 93,9%. (DDTCNews)
Insentif PPh Pasal 21 DTP diberikan hanya untuk pegawai atau karyawan yang sudah mempunyai NPWP. Bagi pegawai yang belum memiliki NPWP, penghitungan PPh Pasal 21-nya dilakukan sesuai ketentuan umum. Ketentuan umum itu adalah menetapkan tarif lebih tinggi 20% dan tidak ditanggung pemerintah.
Namun demikian, jika pegawai yang belum memiliki NPWP telah mendaftarkan diri dan mendapatkan NPWP, pegawai tersebut bisa mendapatkan PPh Pasal 21 DTP. Atas kondisi ini, pemberi kerja memperhitungkan ulang PPh Pasal 21 DTP bagi para pegawainya melalui pembetulan SPT Masa PPh Pasal 21. Simak artikel ‘Pajak Gaji Karyawan Belum Ber-NPWP Juga Bisa Ditanggung Pemerintah?’. (DDTCNews)
Bank Indonesia diminta mulai mempertimbangkan risiko capital flight di pasar domestik dalam memutuskan kebijakan moneternya pada bulan ini. Apalagi, bank sentral sudah melakukan beberapa kali pelonggaran moneter dengan menurunkan suku bunga acuannya.
Pada bulan lalu, bank sentral kembali melanjutkan pelonggaran moneter di tengah kondisi perekonomian yang lesu akibat pandemi virus Corona. BI 7-Day Reverse Repo Rate dipangkas 25 basis points (bps) dari 4,75% menjadi 4,50%. Kebijakan itu hanya berselang sebulan setelah BI mengumumkan penurunan BI 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 25 bps menjadi 4,75% pada Februari 2020. (Bisnis Indonesia/DDTCNews) (kaw)