Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews—Sikap pemerintah yang lebih banyak mengobral insentif fiskal ketimbang fokus dalam penanggulangan penyebaran virus Corona mendapat kritik dari sejumlah akademisi.
Akademisi Ilmu Ekonomi dari Universitas Indonesia Telisa Aulia Falianty menilai seluruh insentif fiskal yang dicanangkan untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi tidak akan berguna apabila masyarakat khawatir untuk bertransaksi.
"Ekonomi itu nomor dua setelah kesehatan, karena masyarakat akan kehilangan keyakinan untuk bertransaksi ekonomi kalau penanganan kesehatannya buruk," katanya kepada DDTCNews, Senin (9/3/2020).
Telisa menyebut respons pemerintah terhadap wabah virus Corona terlampau lambat. Padahal kredibilitas pemerintah dalam mengatasi virus Corona akan mempengaruhi banyak hal, termasuk di bidang ekonomi.
Menurutnya, upaya pertama yang perlu dilakukan pemerintah seharusnya mengumumkan anggaran penanganan virus Corona seperti Jepang, Korea Selatan, dan Thailand, bukan fokus ke ekonomi lebih dulu.
Selain penanganan wabah, pemerintah juga bisa mendanai proyek penelitian untuk mencari obat atau vaksin virus Corona. "Nggak apa-apa berkorban sedikit, entah melakukan realokasi anggaran dari mana untuk penanganan Corona," ujarnya.
Jika kecemasan masyarakat berkurang, Telisa menilai berbagai stimulus fiskal itu baru akan bekerja. Dia pun mendukung upaya Menteri Keuangan Sri Mulyani menahan efek Corona dengan pelbagai stimulus asal dilakukan secara terukur.
Pengamat kebijakan publik Universitas Indonesia Agus Pambagio menyarankan pemerintah melakukan realokasi anggaran infrastruktur dan mengalihkannya pada usaha padat karya, untuk menampung para pekerja pariwisata yang menganggur.
“Stimulus pada sektor usaha padat karya bisa langsung dirasakan masyarakat dalam jangka pendek, dibandingkan dengan memberikan insentif kepada influencer untuk mempromosikan pariwisata,” ujarnya. (rig)