Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Dalam pengawasan berbasis kewilayahan yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama, otoritas akan mendapatkan data terkait wajib pajak (WP) yang telah memiliki NPWP dan data terkait WP yang belum memiliki NPWP.
Bagaimana tindak lanjut pengawasan terhadap wajib pajak yang telah memiliki NPWP? Berdasarkan Surat Edaran Ditjen Pajak No. SE-07/PJ/2020 dinyatakan terhadap data terkait WP yang telah memiliki NPWP dilakukan penentuan peta kepatuhan dan Daftar Sasaran Prioritas Penggalian Potensi (DSP3).
“Tindak lanjut pengawasan atas WP yang terdapat dalam DSP3 … dilakukan dengan memperhatikan karakteristik kegiatan usaha wajib pajak dan sesuai SE-39/2015, SE-49/2016, dan/atau SE-14/2018,” demikian bunyi ketentuan dalam beleid tersebut.
Pengawasan itu juga tetap dilakukan terhadap pertama, WP instansi pemerintah, kerja sama operasi (joint operation), perusahaan pengurusan jasa kepabeanan (PPJK), dan WP cabang tanpa pusat dengan lebih intensif. Kedua, WP lainnya yang tidak terdapat dalam DSP3 dengan memperhatikan karakteristik kegiatan usaha WP.
Pengawasan juga memperhatikan WP yang memiliki peredaran bruto tertentu yang dikenai PPh yang bersifat final berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 23/2018. Pengawasan itu meliputi jangka waktu tertentu pengenaan PPh yang bersifat final dan jumlah peredaran bruto yang dijadikan dasar pengenaan pajak.
“Untuk memastikan wajib pajak masih memenuhi ketentuan PP-23/2018,” demikian bunyi ketentuan dalam beleid tersebut.
Jika WP tidak memenuhi kewajiban perpajakan setelah dilaksanakan pengawasan melalui Surat Permintaan Penjelasan dan Data dan/atau keterangan (SP2DK), account representative (AR) melakukan usulan pemeriksaan dengan membuat analisis risiko sesuai dengan SE-15/2018.
Sekadar informasi, SP2DK adalah surat yang diterbitkan oleh Kepala KPP untuk meminta penjelasan atas data dan/atau keterangan kepada WP terhadap dugaan belum dipenuhinya kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Seperti diketahui, mulai 1 Maret 2020, KPP Pratama resmi melakukan pengawasan berbasis kewilayahan. Dirjen Pajak Suryo Utomo resmi mengubah tugas dan fungsi KPP Pratama yang ditandai dengan terbitnya Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. KEP-75/PJ/2020.
Otoritas juga menyesuaian prosedur operasional di KPP Pratama dengan menerbitkan Surat Edaran No.SE-06/PJ/2020. Sejalan dengan perubahan tersebut, DJP juga menerbitkan Surat Edaran No. SE-07/PJ/2020. (kaw)