Kepala Pusat Penerimaan Negara Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Rofyanto Kurniawan.
JAKARTA, DDTCNews—Kementerian Keuangan menyatakan fasilitas yang terdapat dalam perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B) Indonesia dengan negara lain tidak termasuk dalam penghitungan belanja perpajakan.
Kepala Pusat Penerimaan Negara Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Rofyanto Kurniawan menegaskan kebijakan tak memasukkan fasilitas P3B dalam perhitungan belanja perpajakan umum dilakukan.
“Terkait bagaimana treatment-nya kepada tax expenditure ini, di berbagai negara menerapkannya masih berbeda-beda. Ada negara yang memasukan tarif P3B sebagai bagian dari belanja perpajakan ada juga yang tidak," katanya di Jakarta , Jumat (7/2/2020).
Rofy menjelaskan otoritas fiskal memilih tidak memasukkan tarif P3B dalam menghitung belanja perpajakan lantaran ada tujuan yang ingin dikejar pemerintah dari P3B, yaitu menarik sebanyak-banyaknya investasi asing.
Sudut pandang ini, lanjutnya, berbeda dengan sebagian negara yang memasukkan tarif P3B dalam belanja perpajakan, yaitu menjamin keadilan dalam aspek pembagian hak pemajakan untuk transaksi lintas batas.
Seperti yang diinformasikan, belanja perpajakan (tax expenditure) terus meningkat. Hal ini terungkap dalam Laporan Belanja Perpajakan yang dimasukkan dalam Nota Keuangan dan RAPBN 2020.
Estimasi belanja perpajakan pada 2018 tercatat Rp221,1 triliun, atau sekitar 1,5% terhadap produk domestik bruto (PDB). Nilai itu menunjukkan kenaikan sekitar 12,3% dari estimasi 2017 senilai Rp196,8 triliun atau sekitar 1,5% terhadap PDB. (rig)