JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) menyatakan realisasi penerimaan pajak cenderung melonjak di akhir tahun mengingat kegiatan peningkatan kepatuhan juga cenderung terselesaikan pada November-Desember. Topik tersebut menjadi salah satu pembahasan utama media nasional pada hari ini, Senin (1/12/2025).
Dirjen Pajak Bimo Wijayanto mengatakan kegiatan peningkatan kepatuhan yang dilaksanakan DJP tersebut mulai dari pengawasan, pemeriksaan, hingga penegakan hukum.
"Secara tren dari tahun-tahun sebelumnya itu penumpukan dari hasil penyelesaian bahan yang kami kumpulkan selama setahun atas SPT tahun sebelumnya, ada penggalian potensi, konseling, audit, kemudian penegakan hukum itu kami targetkan selesai November Desember ini," ujar Bimo.
Seiring dengan kegiatan peningkatan kepatuhan yang dilaksanakan, rata-rata realisasi penerimaan pajak pada 2 bulan terakhir dari tahun anggaran, yakni November dan Desember, mencapai 23% dari total penerimaan pajak.
Bimo pun meyakini outlook penerimaan pajak senilai Rp2.076,9 triliun bisa tercapai pada akhir tahun ini.
"Jadi rata-rata 2 bulan selama beberapa tahun terakhir memang sekitar 23% dari total penerimaan. Tahun ini kita harus menyelesaikan 30% dari target Rp2.076 [triliun]. Kami tetap optimistis dengan basis Rp2.076 [triliun] itu kami harus bisa mencapai," kata Bimo.
Sebagai informasi, realisasi penerimaan pajak hingga Oktober 2025 tercatat baru mencapai Rp1.459 triliun atau 70,2% dari outlook penerimaan pajak 2025 dan 66,6% dari target pada APBN 2025.
Bila dibandingkan dengan realisasi hingga Oktober tahun lalu yang senilai Rp1.571,5 triliun, penerimaan pajak ini tercatat turun sebesar 7,1%.
Secara terperinci, realisasi beberapa jenis pajak dengan kontribusi besar tercatat turun bila dibandingkan dengan tahun lalu. Contoh, realisasi PPh badan hingga Oktober 2025 tercatat baru senilai Rp237,59 triliun, turun 9,6%.
Selanjutnya, realisasi PPh Pasal 21 tercatat baru mencapai Rp173,79 triliun atau turun 16%. Adapun realisasi PPN dan PPnBM turun sebesar 10,3% dengan realisasi senilai Rp556,61 triliun.
Salah satu sebab kontraksi beberapa jenis pajak adalah tingginya penerimaan pajak yang masih tercatat sebagai deposit pajak pada pos pajak lainnya. Realisasi pajak lainnya hingga Oktober 2025 tercatat mencapai Rp246,33 triliun.
Tak hanya itu, kontraksi penerimaan pajak juga disebabkan oleh restitusi yang bertumbuh 36,4%. Hal ini diakibatkan oleh menumpuknya pencairan restitusi atas lebih bayar pada tahun pajak 2023 dan 2024.
Selain topik tersebut, terdapat ulasan tentang coretax yang bakal siap 100% dalam waktu dekat. Setelahnya, ada pembahasan soal tindak lanjut DJP terhadap fatwa perpajakan.
DJP berkomitmen untuk menggencarkan pencairan piutang pajak pada akhir tahun. Dalam tahun berjalan ini, utang pajak bertambah Rp139,83 triliun dan sudah dilunasi Rp81,29 triliun.
Bimo mengatakan mencairkan penagihan piutang pajak dilaksanakan melalui aksi persuasif dan aktif. Adapun nilai piutang pajak neto 2024 tercatat Rp35,25 triliun sebagaimana tercantum dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP).
"Hingga 30 September 2025, terdapat penambahan saldo piutang sebesar Rp139,83 triliun. Di periode yang sama, juga terdapat pelunasan piutang sebesar Rp81,29 triliun," katanya. (DDTCNews)
Berlakunya pajak minimum global berdasarkan global anti base erosion (GloBE) rules pada 2025 mengharuskan pemerintah untuk mengubah bentuk insentif pajak yang diberikan.
Dirjen Pajak Bimo Wijayanto mengatakan saat ini pemerintah perlu menyiapkan insentif pajak yang memenuhi kriteria sebagai qualified refundable tax credit (QRTC) atau cash subsidy.
"Dalam konteks ini, kami masih berdiskusi terkait dengan rencana ke depan supaya tidak melanggar komitmen pajak minimum global," ujar Bimo. (DDTCNews)
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengeklaim coretax system akan siap menunjang layanan administrasi pajak sepenuhnya dalam waktu dekat, yakni ketika pemerintah mendapatkan kendali penuh atas sistem tersebut.
Purbaya mengatakan DJP terus melakukan perbaikan coretax sebelum diserahterimakan oleh vendor. Menurutnya, dampak perbaikan itu juga sudah bisa dirasakan wajib pajak pengguna coretax.
"Coretax sudah diperbaiki dengan cara kita investigasi kesalahannya di mana, kita minta LG [vendor] mempembaikinya dengan cepat. Saya pikir dalam waktu dekat, coretax sudah akan siap 100%," ujarnya. (DDTCNews)
Purbaya mendorong wajib pajak pelaku usaha yang bergerak di sektor industri perkebunan kelapa sawit untuk patuh menjalankan kewajiban perpajakannya.
Purbaya berpandangan sektor sawit merupakan salah satu tulang punggung industri dalam negeri. Ia ingin memastikan bahwa kegiatan usaha tersebut berjalan sesuai ketentuan, termasuk dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya.
"Teman-teman dunia usaha, mohon kerja samanya demi kelancaran kita semua dan untuk memaksimalkan kontribusi Anda bagi negara ini," ujarnya. (DDTCNews, Bisnis Indonesia, Kontan)
DJP dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) sepakat untuk membentuk task force yang menindaklanjuti fatwa perpajakan yang diterbitkan MUI.
Ketua MUI Bidang Fatwa Asrorun Ni'am Sholeh mengatakan task force ini bertugas mengkaji lebih dalam fatwa MUI untuk perbaikan sistem perpajakan agar lebih berkeadilan.
"Termasuk mendorong pengenaan pajak bagi pihak yang menguasai kekayaan besar dengan pajak yang juga besar," katanya. (DDTCNews, Antara, CNN Indonesia) (dik)
