JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Stabilitas dan Pengembangan Sektor Keuangan (DJSPSK) Kementerian Keuangan sedang menyusun RPP khusus perihal badan pengelola instrumen keuangan (special purpose vehicle) dan pengelolaan dana perwalian (trustee).
Dirjen Stabilitas dan Pengembangan Sektor Keuangan Masyita Crystallin menyebut ketentuan terkait dengan special purpose vehicle dan trustee itu akan dimuat dalam RPP Pengembangan Perbankan dan Pasar Keuangan.
"RPP ini tentu penting untuk dapat mengundang capital inflow masuk ke Indonesia," katanya, dikutip pada Selasa (18/11/2025).
Menurut Masyita, RPP Pengembangan Perbankan dan Pasar Keuangan akan memfasilitasi pendirian special purpose vehicle dan trust dengan cara mengadopsi sedikit aspek common law ke dalam sistem investasi Indonesia.
"Dengan ini kita bisa menciptakan suatu area dimana terjadi bankruptcy remoteness, kemudian ada separation antara pemilik dan beneficiary dari investasi sehingga mempermudah investasi itu terjadi," ujarnya.
Sebagai informasi, pengelolaan dana perwalian mulai diperkenalkan dalam sistem keuangan Indonesia seiring dengan berlakunya UU 4/2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK).
Dalam Pasal 23 dari UU PPSK, special purpose vehicle dan/atau trustee merupakan badan usaha khusus yang dibentuk untuk melakukan kegiatan sekuritisasi dan/atau kegiatan pengelolaan dana perwalian.
Kegiatannya mencakup menerima penitipan dan pengelolaan (trust) atas harta milik penitip harta trust berdasarkan perjanjian tertulis antara penerima dan pengelola harta trust (trustee) dengan penitip harta trust (settlor) untuk kepentingan penerima manfaat (beneficiary); dan/atau melakukan sekuritisasi.
Sebelum melakukan kegiatan usaha, trustee harus memperoleh izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Terdapat 11 karakteristik dari trustee. Pertama, setiap aset yang diserahkan oleh pemilik aset kepada trustee dalam kegiatan pengelolaan aset bukan merupakan bagian dari kekayaan trustee dan dicatat serta dilaporkan secara terpisah dari aset trustee.
Kedua, pengalihan aset kepada trustee dalam rangka pengelolaan aset dicatat sebagai pemilik tercatat (legal owner) untuk kepentingan penerima manfaat (beneficiary owner).
Ketiga, penerima manfaat berhak atas manfaat dari aset yang diserahkan oleh pemilik aset kepada trustee dalam rangka pelaksanaan kegiatan pengelolaan aset sesuai dengan yang disepakati dalam perjanjian pengelolaan aset.
Keempat, trustee mempunyai kewenangan dan tugas untuk mengelola, menggunakan dan/atau melepas aset sesuai dengan tugas khusus yang dibebankan kepadanya berdasarkan UU PPSK dan peraturan pelaksananya.
Kelima, pemilik aset dapat menunjuk satu atau lebih trustee untuk menjalankan kegiatan pengelolaan aset berdasarkan perjanjian pengelolaan aset.
Keenam, pemilik aset dapat menunjuk satu atau lebih penerima manfaat untuk mendapatkan manfaat atas aset. Ketujuh, trustee harus menghentikan kegiatan usahanya dalam hal dicabutnya izin usaha trustee oleh OJK; dan/atau adanya putusan pailit kepada trustee dari pengadilan niaga setempat.
Kedelapan, kegiatan pengelolaan aset dapat berakhir dengan alasan berakhirnya masa berlaku perjanjian pengelolaan aset; atau diakhiri oleh pemilik aset.
Kesembilan, dalam hal kegiatan pengelolaan aset berakhir, aset yang dikelola melalui kegiatan trust wajib diberikan kepada penerima manfaat pada saat berakhirnya perjanjian pengelolaan aset.
Kesepuluh, pemilik aset dapat mengakhiri kegiatan pengelolaan aset dan menyerahkan hasil pengelolaan aset kepada penerima manfaat apabila trustee melanggar perjanjian pengelolaan aset dan/atau menyalahgunakan aset yang diserahkan yang melanggar ketentuan dalam peraturan perundang-undangan.
Kesebelas, dalam hal trustee dipailitkan, semua aset dari pemilik aset bukan merupakan bagian dari harta pailit (boedel pailit) dan wajib dikembalikan kepada pemilik aset. (rig)
