BERITA PAJAK HARI INI

Pengakuan Purbaya, Coretax Biang Kerok Lambatnya Penerimaan Pajak

Redaksi DDTCNews
Selasa, 14 Oktober 2025 | 07.30 WIB
Pengakuan Purbaya, Coretax Biang Kerok Lambatnya Penerimaan Pajak
<p>Ilustrasi.</p>

JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah mengakui kalau implementasi coretax system menjadi salah satu penyebab melambatnya penerimaan pajak pada tahun ini. Topik ini menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Selasa (14/10/2025).

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyampaikan penerapan coretax sempat membuat penyetoran pajak menjadi lebih lambat dari yang semestinya. Hal ini terjadi pada awal 2025, bertepatan dengan dimulainya implementasi coretax system.

"Coretax itu juga mengganggu inflow pendapatan kita dalam beberapa bulan pertama tahun ini. Sekarang pun sebagian masih bilang lambat, tapi saya yakin dalam waktu 2-3 minggu akan jauh lebih cepat," ujar Purbaya.

Purbaya mengatakan pihaknya akan terus menyempurnakan coretax agar wajib pajak bisa segera membayar pajak. Upaya ini diyakini akan berkontribusi pada peningkatan penerimaan negara.

"Ke depan waktu bayar pajak akan makin lancar, pendapatan negara juga akan makin cepat naiknya. Jadi kemarin itu bukan enggak bayar, dia cuma bayarnya lebih lambat aja. Kalau sampai akhir tahun lambat terus kan pendapatan saya tahun ini jadi rendah," ujar Purbaya.

Sebagai informasi, pemerintah memang sempat mencatatkan kontraksi peneriman pajak yang amat drastis pada awal tahun ini. Pada Januari 2025, realisasi penerimaan pajak sempat tercatat hanya mencapai Rp88,9 triliun atau turun 41,9% bila dibandingkan dengan realisasi pada Januari 2024 yang senilai Rp152,9 triliun.

Kala itu, banyak wajib pajak yang kesulitan melakukan pembayaran dan pelaporan pajak akibat kendala pada coretax.

Agar kendala pada coretax tak menimbulkan pengenaan sanksi administrasi bagi wajib pajak, Ditjen Pajak (DJP) lantas menerbitkan Keputusan Dirjen Pajak KEP-67/PJ/2025 untuk memperpanjang jangka waktu pembayaran dan pelaporan pajak.

Perpanjangan jangka waktu pembayaran pajak berlaku khusus untuk masa pajak Januari 2025, sedangkan perpanjangan jangka waktu pelaporan pajak diberlakukan untuk masa Januari hingga Maret 2025.

Selain informasi mengenai coretax system, ada bahasan lain yang juga menjadi pemberitaan utama pada hari ini. Di antaranya, evaluasi kebijakan DHE SDA, keputusan soal harga jual eceran rokok, hingga fitur baru di e-Tax Court.

Berikut ulasan artikel perpajakan selengkapnya.

Coretax Salah Desain

Pernyataan menarik keluar dari mulut Menkeu Purbaya. Menurutnya, coretax system memiliki banyak kelemahan dan keselahan desain.

Purbaya mengatakan pihaknya telah menerjunkan tim dari luar Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk melakukan analisis atas coretax.

"Ada salah desain. Coretax ada beberapa lapis yang ke customer, di dalamnya ada proses yang berlapis-lapis. Yang luar ini desainnya kurang sophisticated, terlalu menumpuk ketika input dalam jumlah banyak dia hang atau sistemnya down," ujar Purbaya. (Garuda TV)

Prabowo Evaluasi Penerapan DHE SDA

Presiden Prabowo Subianto mengumpulkan para menteri di kediamannya, kemarin malam, untuk membahas berbagai isu. Salah satunya, soal kewajiban menyimpan devisa hasil ekspor sumber daya alam (DHE SDA) sebesar 100% selama setahun.

Sebagaimana diatur dalam PP 8/2025, eksportir kini memiliki kewajiban menempatkan DHE SDA sebesar 100% selama setahun mulai 1 Maret 2025.

"Kan sudah berlaku mulai bulan Maret. Jadi membahas untuk melakukan evaluasi sejauh mana efektivitas dan dampak terhadap diberlakukannya DHE," kata Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi. (DDTCNews, Kontan)

Harga Eceran Rokok Dipastikan Tak Naik

Selain menahan tarif cukai rokok, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa juga tidak akan menaikkan harga jual eceran rokok pada tahun depan.

Menurut Purbaya, kombinasi tidak menaikkan tarif cukai dan harga jual eceran (HJE) rokok akan membuat industri hasil tembakau (IHT) lebih berdaya saing.

Jika HJE naik pada tahun depan, Purbaya khawatir pasar atau konsumen rokok legal malah beralih mengkonsumsi rokok ilegal. Kondisi ini tentu berpotensi memperlebar kesenjangan (gap) harga antara rokok legal dan rokok illegal. (DDTCNews, Kontan)

Login e-Tax Court Pakai NPWP dan NIK

Pihak yang beracara di Pengadilan Pajak, seperti Pemohon dan Kuasa Hukum, kini bisa mengakses (login) e-Tax Court dengan menggunakan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) 15 digit ataupun NPWP 16 digit bagi perusahaan atau NIK bagi wajib pajak orang pribadi.

Sekretariat Pengadilan Pajak Kementerian Keuangan menjelaskan login dengan NPWP 15 atau 16 digit bersifat fleksibel. Artinya, login dapat menggunakan NPWP 16 digit meskipun saat registrasi akun e-Tax Court menggunakan NPWP 15 digit.

"Sekarang login e-Tax Court bisa pilih menggunakan NPWP 16 digit atau 15 digit," tulis Sekretariat Pengadilan Pajak di media sosial. (DDTCNews)

Ada Saluran untuk Adukan DJP dan DJBC

Menkeu Purbaya menanggapi laporan adanya pungutan liar (pungli) terhadap eksportir dan importir di pelabuhan yang kerap kali membuat ekonomi berbiaya tinggi.

Purbaya menjelaskan dirinya akan meluncurkan saluran pengaduan dalam waktu dekat ini. Dia pun meminta pelaku usaha dan stakeholder lain untuk mengakses saluran tersebut untuk membuat laporan ketika menghadapi anomali perilaku petugas di lingkungan Kementerian Keuangan.

"Laporan itu susah karena kadang betul kadang salah. Saya akan buka channel langsung ke menteri, mereka [pelaku usaha] bisa mengadu di situ," katanya kepada awak media. (DDTCNews)

Pendirian Family Office Tak Pakai APBN

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa belum memiliki niat untuk memberikan anggaran guna mendukung pembangunan pusat keuangan atau financial center.

Menurutnya, anggaran difokuskan untuk mendukung program-program yang sudah menjadi prioritas pemerintah, bukan membangun pusat keuangan yang mendukung pendirian family office.

"Saya sudah dengar lama itu itu, tetapi biar saja kalau Dewan Ekonomi Nasional (DEN) bisa bangun sendiri, yang bangun saja sendiri. Saya anggarannya enggak akan alihkan ke sana," katanya. (DDTCNews, Kompas) (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Ingin selalu terdepan dengan kabar perpajakan terkini?Ikuti DDTCNews WhatsApp Channel & dapatkan berita pilihan di genggaman Anda.
Ikuti sekarang
News Whatsapp Channel
Bagikan:
user-comment-photo-profile
user-comment-photo-profile
Mulyadi -
baru saja
Lucu pak menteri ini, aplikasi di salahkan 🤣 jika mau memperkuat di IT untuk penerimaan, setidak nya perkuat juga di server (size penyimpanan besar) dan jaringan nya (langganan internet yg bandwitch nya xxGbps). Ini malah langganan internet bandwitch nya kecil untuk 1 negara 🤣
user-comment-photo-profile
Pejuang Cinta
baru saja
Pak mentri, di konoha ya bukan di indo. Di konoha ini pengusaha byar 3-5x lipat SKP tapi bukan ke negara, melainkan ke kantong tim pemeriksa aka oknum. Di konoha ya pak bukan di Indonesia. Jadi harusnya hasil pemeriksaan itu bisa 3-5x lipat lebih gede dari seharusnya. Apakah salah pengusaha? Pengusaha aja berak berak pak kalo gak bayar ancaman pidana lah, ancaman makin dicari cari lah, di konoha ini terjadi pak, dikonoha.... Jadi hasil pemeriksaan gede tuh Pak sebenernya... Cuma di konoha ini msuknya ke kantong oknum aka bagi2 duit rampokan. .... Segera cari org baru pak, soalnya mereka umurnya pendek.... Di Konoha ya ini pak....