JAKARTA, DDTCNews - Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 50/2025 turut memerinci mekanisme penunjukan bursa (exchanger) asing sebagai pemungut PPh Pasal 22 atas penjualan aset kripto.
Kepala Seksi Peraturan Pemotongan dan Pemungutan PPh II Ditjen Pajak (DJP) Ilmiantio Himawan mengatakan PMK 81/2024 tidak memuat pengaturan terperinci mengenai penunjukan exchanger asing sebagai pemungut PPh Pasal 22.
"Dulu, pembunyian PPh exchanger luar negeri ditunjuk sebagai pemungut PPh hanya mengikuti penunjukan PPN. Waktu itu hanya ada 1 pasal yang dibunyikan pada PMK 81/2024," kata Ilmiantio dalam Podcast Cermati yang disiarkan oleh DJP, dikutip Rabu (13/8/2025).
Dalam Pasal 363 PMK 81/2024 hanya diatur bahwa exchanger asing yang ditunjuk sebagai pihak lain wajib memungut PPN atas penyerahan aset kripto dan wajib memungut PPh Pasal 22 atas penghasilan yang diterima penjual aset kripto.
"Sekarang, di PMK 50/2025, kami muat lengkap, mulai dari identifikasi exchanger luar negeri, penunjukan sebagai pemungut, pencabutannya, dan sebagainya. Semuanya kami muat dalam batang tubuh PMK 50/2025," tuturnya.
Merujuk pada Pasal 17 dan Pasal 18 PMK 50/2025, exchanger aset kripto yang berkedudukan di luar negeri bisa ditunjuk sebagai pemungut PPh Pasal 22 bila nilai transaksi pengaksesnya dalam 12 bulan melebihi jumlah tertentu yang ditentukan oleh dirjen pajak.
Bila sudah ditunjuk sebagai pemungut PPh Pasal 22, exchanger asing harus memungut PPh Pasal 22 bersifat final sebesar 1% atas nilai transaksi aset kripto. Tarif dimaksud lebih tinggi ketimbang PPh Pasal 22 yang harus dipungut oleh exchanger lokal, yaitu sebesar 0,21%.
Dalam hal penjualan aset kripto dilakukan melalui exchanger asing yang belum ditunjuk sebagai pemungut pajak, PPh Pasal 22 sebesar 1% dimaksud harus disetorkan sendiri oleh penjual aset kripto yang bersangkutan.
PMK 50/2025 telah diundangkan pada 28 Juli 2025 dan dinyatakan berlaku mulai 1 Agustus 2025. Adapun ketentuan mengenai pemajakan aset kripto yang termuat dalam PMK 81/2024 resmi dicabut melalui PMK 54/2025. (rig)