JAKARTA, DDTCNews - Calon Hakim Agung (CHA) Tata Usaha Negara (TUN) Khusus Pajak Budi Nugroho berpandangan keberatan seharusnya bisa menjadi prosedur yang efektif untuk menyelesaikan sengketa antara wajib pajak dan otoritas pajak.
Sayangnya, penyelesaian sengketa melalui prosedur keberatan belum berjalan optimal sehingga banyak sengketa yang berlanjut ke tingkat banding di Pengadilan Pajak.
"Mestinya kalau kondisinya ideal, keberatan itu lebih efektif karena tidak kaku hukum acaranya sebagaimana Pengadilan Pajak," ujar Budi dalam wawancara terbuka yang digelar di Komisi Yudisial (KY), Sabtu (9/8/2025).
Berbeda dengan prosedur banding di Pengadilan Pajak, prosedur keberatan tidak memiliki hukum acara yang ketat. Pertemuan antara pihak yang bersengketa pada tingkat banding juga sangat terbatas.
Dalam kondisi yang ideal, wajib pajak dan fiskus yang bersengketa seharusnya bisa lebih sering bertemu untuk menyampaikan dalil dan bukti-bukti yang diperlukan.
"Kalau kondisinya ideal, para pihak bisa saling bertemu lebih sering, itu [keberatan] seharusnya lebih efektif dibanding di Pengadilan Pajak. Masalahnya, sepertinya mekanisme di keberatan tidak berjalan maksimal. Akhirnya, banyak yang sampai ke Pengadilan Pajak," ujar Budi.
Menurut Budi, salah satu cara untuk meningkatkan efektivitas keberatan dan menurunkan jumlah sengketa yang berlanjut ke tingkat banding adalah dengan menempatkan prosedur keberatan ke instansi lain di luar Ditjen Pajak (DJP).
"Proses keberatan ini dimungkinkan untuk dibuatkan mekanisme yang bisa saja terpisah dari DJP. Ini menjadi bagian dari alternative dispute resolution. Namun, harus diperhatikan bahwa ini adalah hukum publik dan amanat undang-undang, sehingga SKP dan penghitungan pajak itu harus sesuai undang-undang, tidak bisa kesepakatan bersama antara fiskus dan wajib pajak," ujar Budi. (dik)