UNIVERSITAS INDONESIA

Profesional DDTC Beberkan 4 Strategi Hadapi Kompetisi Pajak

Aurora K. M. Simanjuntak
Rabu, 11 Juni 2025 | 15.41 WIB
Profesional DDTC Beberkan 4 Strategi Hadapi Kompetisi Pajak

Head of Human Capital of DDTC Adinda Nur Larasati dalam Tax Workshop Ace the Case: Expert Playbooks for Tackling Tax Strategies, Rabu (11/6/2025).

JAKARTA, DDTCNews - Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) kembali menggelar kompetisi pajak berbasis studi kasus pada tahun ini. Kompetisi bertajuk Tax Intercollegiate Forum (TIF) Tax Case Competition tersebut kini sudah memasuki tahun kelima belas. 

Head of Human Capital of DDTC Adinda Nur Larasati sebagai salah satu juri TIF Tax Case Competition pada 2023 dan 2024 turut membagikan tip supaya peserta dapat menyajikan paper terbaiknya di dalam kompetisi. Sebab dengan menerapkan strategi yang tepat, peluang sebuah karya untuk memenangkan kompetisi juga terbuka lebar.

"Sebenarnya apa sih yang dibutuhkan untuk menjadi winner? Dari sisi juri, saya rangkumkan menjadi beberapa poin," ujarnya dalam Tax Workshop Ace the Case: Expert Playbooks for Tackling Tax Strategies, Rabu (11/6/2025).

Sama seperti tema 15th TIF Tax Case Competition tahun ini 'ace the case', Adinda mengungkapkan terdapat sedikitnya 4 strategi yang dapat diterapkan peserta untuk menghadapi kompetisi. Pertama, tell a structured story atau menuliskan narasi dan mempresentasikannya secara sistematis, terstruktur, dan runut.

Ia mengimbau peserta untuk memperhatikan tata cara penulisan ketika mengikuti kompetisi pajak. Misalnya, peserta harus memahami cara menuliskan latar belakang, masalah, hasil pembahasan, serta solusi atau kesimpulan secara runut.

Dengan tata cara penulisan yang baik, juri akan dapat melihat alur berpikir peserta yang terstruktur.

Kedua, give in-depth analysis. Dalam hal ini, peserta lomba harus bisa menuangkan analisis yang tepat untuk menjawab sebuah kasus atau permasalahan.

Ketiga, deliver relevant answers atau menyajikan jawaban yang relevan atas persoalan yang diangkat. Hal ini penting karena terkadang juri mendapati paper yang bagus, tetapi pada akhir tulisan tidak dijumpai jawaban yang relevan. 

Budaya menulis dengan menyajikan jawaban yang relevan juga diterapkan oleh DDTC – institusi pajak tempat Adinda berkarier. DDTC membangun kebiasaan membaca, menulis, dan mempublikasikan karya. Hingga saat ini, DDTC bahkan tercatat telah mempublikasikan 35 buku di bidang pajak.

"Pastinya di DDTC kami membiasakan untuk melakukan comparative study. Misalnya bagaimana solusi atau sudut pandang rekan-rekan dalam menghadapi peraturan perpajakan A, B, dan C. Dengan mencari comparative study di negara lain juga bisa menjadi nilai tambah," jelas Adinda.

Keempat, ensure itʼs well-presented atau memastikan bahwa hasil penulisan, penelitian, ataupun paparan disajikan dengan baik. Oleh karena itu, peserta kompetisi juga perlu memahami detail peraturan dan ketentuan pajak yang berlaku.

Adinda menyebutkan peserta lomba harus bisa menggunakan tata bahasa yang baik serta memastikan tidak ada kesalahan diksi dan redaksional seperti salah ketik. Membaca tulisan yang baik akan memunculkan kesan tersendiri sehingga memengaruhi penilaian juri.

"Kalau dirangkum, kira-kira juri itu meng-assess bagaimana Anda menjelaskan dan menganalisis kasus. Ini akan mencerminkan critical thinking rekan-rekan. Kemudian how you bring relevant solutions to the matters dan how you communicate it," papar Adinda.

Adinda menyebut kompetisi pajak seperti 15th TIF Tax Case Competition dapat menjadi wadah untuk mengasah kemampuan berpikir kritis mahasiswa, akademisi, dan praktisi di bidang perpajakan. Terlebih, di tengah gempuran artificial intelligence (AI).

Sejalan dengan itu, ia mendorong anak muda dan praktisi pajak untuk terus mengikuti kompetisi serupa. Sebab, keikutsertaan dalam kompetisi dapat mendatangkan setidaknya 3 manfaat. 

Pertama, brain training in the AI era. Adinda mewanti-wanti jangan sampai kehadiran AI justru menghambat proses berpikir kritis. Apabila dimanfaatkan dengan baik, AI malah bisa menjadi alat bantu yang memadai untuk manusia berpikir makin kritis.

Kedua, kompetisi pajak dapat menjadi training ground for critical thinking and collaboration. Ketigaa stage to showcase and grow atau kompetisi menjadi wadah untuk melatih dan mengasah kemampuan tiap individu.

"Ketiga poin ini sebenarnya dapat mendukung atau memotivasi, kira-kira kenapa sih rekan-rekan harus mengikuti sebuah tax competition," tutup Adinda.

Sebagai informasi, TIF merupakan agenda tahunan yang digelar SPA FEB UI. Adapun TIF terdiri atas berbagai rangkaian acara seperti seminar internasional, workshop, serta kompetisi perpajakan berskala nasional. (dik)

Editor : Dian Kurniati
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Ingin selalu terdepan dengan kabar perpajakan terkini?Ikuti DDTCNews WhatsApp Channel & dapatkan berita pilihan di genggaman Anda.
Ikuti sekarang
News Whatsapp Channel
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.