Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah akan kembali membuat paket insentif fiskal untuk melindungi dunia usaha dan menjaga daya beli masyarakat pada 2026. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Kamis (22/5/2025).
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat menyampaikan dokumen Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2026 kepada DPR mengatakan kebijakan fiskal pada tahun depan akan tetap diarahkan untuk meredam berbagai gejolak dan guncangan. Melalui pemberian insentif fiskal, pemerintah berupaya melindungi dunia usaha dan daya beli masyarakat dari berbagai tekanan.
"[Langkah yang akan dilakukan] melindungi dunia usaha dan daya beli masyarakat melalui pemberian insentif fiskal," katanya.
Sri Mulyani mengatakan strategi fiskal 2026 difokuskan pada penguatan daya tahan ekonomi dan sekaligus menjaga keberlanjutan APBN. Pemerintah pun menyiapkan langkah-langkah yang akan dilakukan untuk menjaga stabilisasi ekonomi, termasuk pemberian insentif fiskal.
Rencana pemberian insentif fiskal juga tertulis dalam dokumen KEM-PPKF 2026. Dokumen ini menjelaskan pemerintah akan menerapkan kebijakan ekonomi dan fiskal yang responsif dan inklusif guna melindungi dunia usaha dan menjaga daya beli masyarakat.
Insentif dan paket kebijakan fiskal, serta dukungan pembiayaan, akan diberikan pada sektor-sektor prioritas dan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Kebijakan itu bertujuan menjaga keberlangsungan usaha dan mencegah terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK).
Strategi memberikan insentif fiskal untuk melindungi dunia usaha dan daya beli masyarakat juga sudah dijalankan pada tahun ini. Pada awal 2025, pemerintah meluncurkan paket stimulus ekonomi yang memuat berbagai insentif fiskal antara lain PPN dan PPnBM ditanggung pemerintah (DTP) atas pembelian rumah dan mobil listrik, serta PPh Pasal 21 DTP untuk pegawai sektor padat karya.
Selain topik tersebut, ada pula ulasan terkait pemangkasan target rasio pendapatan negara 2026 serta kebijakan insentif setelah penerapan pajak minimum global. Selain itu, terdapat pembahasan mengenai rencana perbaikan coretax administration system oleh calon dirjen pajak yang baru.
Pemerintah menegaskan akan tetap menjaga kesinambungan APBN pada tahun depan.
Sri Mulyani menjamin APBN 2026 akan tetap kredibel walaupun pemerintah berencana kembali memberikan paket insentif fiskal untuk melindungi dunia usaha dan daya beli masyarakat. Menurutnya, insentif fiskal tersebut diberikan secara efektif dan selektif.
"[Pemerintah] menjaga APBN agar tetap terus sehat kredibel dan berkelanjutan," ujarnya. (DDTCNews)
Target rasio pendapatan negara 2026 yang diusulkan oleh pemerintah dalam KEM-PPKF 2026 lebih rendah bila dibandingkan dengan target rasio pendapatan pada APBN 2025.
Pendapatan negara pada tahun depan diusulkan hanya sebesar 11,71% hingga 12,22% dari PDB, lebih rendah dibandingkan dengan target pada tahun ini yang sebesar 12,36% dari PDB. Meski demikian, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Febrio Kacaribu menyebut target pendapatan negara 2026 secara nominal tetap akan naik.
"Pertama kita harus melihat kondisi 2025 dulu," ujarnya. (DDTCNews)
Bimo Wijayanto, sosok yang digadang-gadang segera dilantik sebagai dirjen pajak baru, berencana melanjutkan perbaikan coretax system secara menyeluruh.
Bimo ingin mempercepat pembenahan coretax system demi memberikan kepastian pelayanan bagi wajib pajak. Meski demikian, berbagai target khusus ketika nanti resmi dilantik masih perlu dibicarakan dengan Sri Mulyani.
"Saya belum bisa memberikan [penjelasan soal target], tapi niatnya memang untuk mempercepat akselerasi dari pembenahan dan penyempurnaan coretax, soal target dan segala macam saya harus lapor kepada Ibu Menteri [Sri Mulyani]," katanya. (DDTCNews, Kontan, Bisnis Indonesia)
Keengganan Amerika Serikat (AS) dalam mengadopsi dan menerapkan pajak minimum global sesuai ketentuan global anti base erosion (GloBE) dianggap tidak akan berdampak terhadap implementasi pajak minimum global di Indonesia.
Febrio mengatakan saat ini pemerintah lebih berfokus untuk menyiapkan insentif alternatif bagi wajib pajak penerima insentif yang terdampak oleh pajak minimum global. Bila tidak ada insentif alternatif, laba yang tidak dipajaki oleh Indonesia akan dipajaki oleh yurisdiksi lain sesuai dengan ketentuan GloBE.
"Memang kita juga harus melihat bagaimana insentif di negara-negara lain. Dalam konteks ini kan kita menjaga arus investasi tetap berjalan. Jadi, kita coba banding-bandingkan dulu," ujarnya. (DDTCNews)
Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto disebut berencana kembali menurunkan tarif PPh badan dari yang saat ini sebesar 22%.
Utusan Khusus Presiden di Bidang Iklim dan Energi Hashim Djojohadikusumo mengatakan tarif PPh badan akan diturunkan hingga menjadi 17%, sama seperti di Singapura. Menurutnya, penurunan tarif PPh badan bertujuan meningkatkan daya saing sekaligus mendorong kepatuhan.
"Sudah ada pembicaraan untuk menurunkan tarif pajak ke tingkat Singapura," katanya. (Kontan)
Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk menurunkan suku bunga acuan atau BI Rate dari 5,75% menjadi 5,5%.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan penurunan penurunan BI Rate bertujuan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Menurutnya, kebijakan ini tetap sejalan dengan upaya menjaga laju inflasi dan stabilisasi mata uang.
"BI turut mendorong pertumbuhan ekonomi dengan pertimbangan inflasi rendah dan nilai tukar rupiah yang stabil dan cenderung menguat, dan kami akan terus melakukan itu," katanya. (DDTCNews, Kompas, Kontan, Bisnis Indonesia)