Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Pajak internasional ternyata menjadi salah satu isu yang turut dibahas dalam pertemuan tahunan Asian Development Bank (ADB) ke-58 di Milan, Italia, pekan lalu.
Hal itu diungkapkan oleh Wakil Menteri Keuangan Thomas Djiwandono. Menurutnya, para peserta membahas berbagai tantangan yang dihadapi perekonomian dunia, salah satunya isu perpajakan internasional.
"Untuk itu, pemerintah meminta MDBs termasuk World Bank memperkuat kerja samanya dalam memprioritaskan sektor-sektor yang dapat menciptakan lapangan kerja berkualitas, mengurangi kemiskinan, dan memastikan pembangunan yang seimbang di seluruh wilayah dan masyarakat," ujarnya, Rabu (14/5/2025).
Dalam pertemuan tahunan ADB, dibahas berbagai tantangan global yang akan memengaruhi perekonomian masing-masing negara. Selain soal pajak, tantangan itu juga dapat berupa peningkatan tingkat utang global, khususnya di negara-negara berpendapatan rendah. Â
Kemudian, terjadi tensi geopolitik dan economic fragmentation, hambatan perdagangan dan proteksionisme, risiko stabilitas keuangan, isu demografi, serta digitalisasi.
Sebagai informasi, pajak internasional erat kaitannya dengan kesepakatan antarnegara yang memiliki persetujuan penghindaran pajak berganda (P3B) atau tax treaty.
Seiring dengan perkembangan ekonomi digital, dunia juga menilai perlu untuk menyepakati pemajakan digital lintas yurisdiksi. Untuk itu, OECD bersama negara-negara G-20 menyodorkan Solusi 2 Pilar atau Two-Pillar Solution.
Pilar 1 bertujuan meredistribusi hak pemajakan yang lebih adil bagi negara-negara pasar/negara sumber penghasilan. Sementara Pilar 2, bertujuan mengurangi kompetisi pajak sekaligus melindungi basis pajak melalui penerapan pajak minimum global.Â
Saat ini Pilar 2 sudah diadopsi oleh sejumlah negara di seluruh dunia, termasuk Indonesia.
Meski demikian, kelanjutan konsensus Two-Pillar Solution ini menghadapi ketidakpastian karena Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump memilih hengkang dari 2 kesepakatan pajak global tersebut.
Trump telah menandatangani memorandum yang membatalkan keikutsertaan AS dalam Pilar 1: Unified Approach dan Pilar 2: GloBE. Padahal pemerintahan AS di bawah Presiden Joe Biden, sudah berkomitmen mengikuti kesepakatan global tersebut.
Menurut Trump, solusi 2 pilar justru membatasi kemampuan AS dalam menerapkan kebijakan pajak yang melayani kepentingan pelaku usaha dan pekerja AS. Solusi 2 pilar juga memungkinkan yurisdiksi lain untuk memajaki penghasilan dari AS.
"Segala komitmen yang dibuat pemerintahan sebelumnya berkenaan dengan global tax deal tidak punya kekuatan hukum di AS, kecuali ada tindakan dari Kongres AS yang mengadopsi ketentuan relevan dari global tax deal," jelas White House dalam keterangan resmi Januari lalu. (dik)