DDTC EXCLUSIVE GATHERING 2025

Pentingnya Tahapan Pendahuluan dalam Transaksi Afiliasi

Muhamad Wildan
Rabu, 26 Februari 2025 | 19.51 WIB
Pentingnya Tahapan Pendahuluan dalam Transaksi Afiliasi

Partner of DDTC Consulting Yusuf Wangko Ngantung.

JAKARTA, DDTCNews - Tahapan pendahuluan merupakan instrumen penting untuk membuktikan bahwa transaksi afiliasi yang dilakukan wajib pajak tidak bertujuan untuk melakukan penghindaran pajak.

Partner of DDTC Consulting Yusuf Wangko Ngantung mengatakan wajib pajak berkesempatan untuk membuktikan motif, tujuan, dan alasan ekonomis dari transaksi afiliasi dalam tahapan pendahuluan tersebut.

"Tahapan pendahuluan itu tidak semuanya memberatkan wajib pajak. Ada kata-kata yang unik dalam PMK 172/2023, yakni tahapan pendahuluan mencakup motif dilakukannya transaksi. Motif ini bisa dikaitkan dengan Pasal 18 ayat (3) UU PPh," katanya dalam DDTC Exclusive Gathering: Addressing Tax Challenges, Optimizing Business in 2025, Rabu (26/2/2025).

Pada Pasal 18 ayat (3) UU PPh telah diatur bahwa DJP berwenang untuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan untuk menghitung besarnya penghasilan kena pajak dari wajib pajak yang memiliki hubungan istimewa. Pasal ini sudah lazim diketahui oleh wajib pajak.

Dalam ayat penjelas, ditegaskan bahwa ketentuan Pasal 18 ayat (3) UU PPh dimaksudkan untuk mencegah terjadinya penghindaran pajak yang terjadi karena adanya hubungan istimewa.

"Pada beberapa negara, transfer pricing itu hanyalah pembagian hak pemajakan antarnegara, tidak relevan apakah ada efisiensi pajak atau tidak. Namun, ada beberapa negara termasuk Indonesia yang berpandangan transfer pricing itu untuk mencegah penghindaran pajak," ujar Yusuf.

Mengingat ketentuan yang berlaku di Indonesia mengatur bahwa transfer pricing bertujuan untuk mencegah penghindaran pajak, artinya pemeriksa pajak harus membuktikan efisiensi pajak yang dilakukan wajib pajak.

"Sebelum wajib pajak masuk ke penghitungan dan pembanding, lihat dulu apakah ada efisiensi atau penghindaran pajaknya. Ini yang bisa kita angkat waktu pemeriksaan, lihat dulu motifnya," tutur Yusuf.

Sebagai contoh, perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur bernama PT A melakukan peleburan usaha untuk membentuk perusahaan bernama PT B. Dalam peleburan itu, PT A melakukan pengalihan fungsi distribusi, pengalihan aktiva, dan penyewaan gudang.

Peleburan usaha dilakukan untuk memenuhi ketentuan izin impor yang tercantum dalam peraturan perundang-undangan terkait dengan perdagangan. Dalam regulasi tersebut, produsen harus menunjuk perusahaan distributor yang memiliki izin guna mendistribusikan produk wajib pajak.

Bila tidak melakukan peleburan usaha maka wajib pajak tersebut akan dikenai sanksi pembekuan dan pencabutan izin karena melanggar ketentuan izin impor. Motif restrukturisasi usaha tersebut perlu dijelaskan dalam tahapan pendahuluan.

"PT A dan PT B adalah subjek pajak dalam negeri. Peleburan dilakukan karena adanya persyaratan nonpajak yang mengharuskan bisnis ini dileburkan. Motif dari peleburan usaha bukan untuk efisiensi pajak, tetapi untuk mematuhi undang-undang," kata Yusuf.

Dengan kasus tersebut, dapat disimpulkan bahwa tahapan pendahuluan belum tentu memberatkan wajib pajak. "Motif transaksi dilakukan itu sangat relevan sebelum pihak pemeriksa melakukan koreksi transfer pricing," ujar Yusuf.

Sebagai informasi, wajib pajak harus melakukan tahapan pendahuluan atas 7 jenis transaksi yang dipengaruhi hubungan istimewa. Ketujuh transaksi itu, yaitu transaksi jasa, transaksi terkait dengan penggunaan harta tidak berwujud, transaksi keuangan terkait dengan pinjaman, transaksi keuangan lainnya, transaksi pengalihan harta, restrukturisasi usaha, dan kesepakatan kontribusi biaya. (rig)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.