Transfer Pricing Leader and Senior Advisor DDTC Consulting Romi Irawan saat memberikan materi dalam acara DDTC Exclusive Gathering: Addressing Tax Challenges, Optimizing Business in 2025, Rabu (26/2/2025).
JAKARTA, DDTCNews - Wajib pajak yang memiliki transaksi afiliasi dalam kegiatan bisnisnya perlu memulai menyusun transfer pricing documentation (TP Doc) sejak awal tahun.
Proses penyusunan TP Doc perlu dimulai sedini mungkin untuk menunjukkan bahwa wajib pajak telah menerapkan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha (PKKU) atas transaksi afiliasi dengan menggunakan pendekatan ex ante berdasarkan PMK 172/2023.
"Konsep ex ante bilang analisis transfer pricing harus berdasarkan data atau informasi yang tersedia saat transaksi dilakukan," kata Transfer Pricing Director and Senior Advisor DDTC Consulting Romi Irawan dalam DDTC Exclusive Gathering: Addressing Tax Challenges, Optimizing Business in 2025, Rabu (26/2/2025).
Untuk dapat menerapkan pendekatan ex ante secara optimal, wajib pajak seyogianya tidak melupakan aspek pajak dalam operasional bisnis perusahaan sehari-hari.
"Kunci dari ex ante, kunci dari desain dan proses monitoring yang bagus ialah jangan sampai melepaskan pajak dari sendi-sendi kegiatan operasional kita," tutur Romi.
Dengan memulai penyusunan TP Doc sejak awal tahun, wajib pajak memiliki waktu yang cukup untuk mendapatkan dan menuangkan seluruh informasi yang relevan dengan penerapan PKKU ke dalam TP Doc.
"Jadi, kalau sudah dimulai sejak awal tahun, ada isu terkait database lagi tidak nanti? Tentu tidak, karena kita sudah menarik data secara riil pada waktu sebelum transaksi dilakukan. Alhasil, TP Doc hampir pasti bisa selesai sebelum April tahun berikutnya karena dimulainya sejak Januari," ujar Romi.
Setelah harga transfer ditetapkan, wajib pajak perlu mengintegrasikan target margin ke dalam rencana bisnis dan anggaran yang sudah dipersiapkan.
Seiring dengan berjalannya tahun pajak, wajib pajak juga perlu melakukan peninjauan secara berkala guna mendeteksi adanya deviasi antara kondisi aktual dan rencana bisnis yang dibuat pada awal tahun pajak, lalu melakukan penyesuaian harga transfer bila diperlukan.
"TP Doc adalah sebuah proses yang berkesinambungan yang dimulai pada awal tahun berjalan di saat transaksi itu baru terjadi, lalu dilakukan monitoring untuk memantau bahwa transaksi yang dilakukan sepanjang tahun sudah sesuai dengan PKKU," kata Romi.
Namun, sebelum memulai proses penyusunan TP Doc dan menetapkan harga transfer, wajib pajak perlu terlebih dahulu melakukan asesmen risiko dengan melihat bentuk transaksi afiliasi yang dilakukan.
Perlu diperhatikan, asesmen risiko dapat dilaksanakan salah satunya dengan mengacu pada Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-15/PJ/2018 tentang Kebijakan Pemeriksaan. Asesmen risiko sebelum memulai penyusunan TP Doc diperlukan guna menekan cost of compliance.
SE-15/PJ/2018 menyatakan bahwa wajib pajak terindikasi terdapat risiko transfer pricing bila memiliki transaksi afiliasi yang relatif signifikan terhadap omzet; mempunyai transaksi afiliasi dengan nilai yang signifikan; memiliki transaksi intragrup dalam bentuk pemberian jasa, pembayaran royalti, dan cost distribution arrangement; serta faktor lainnya.
Dalam DDTC Exclusive Gathering 2025, Romi juga memberikan catatan khusus mengenai transaksi intragrup dalam bentuk pemberian jasa, pembayaran royalti, dan cost distribution arrangement.
Dalam banyak kasus, pihak otoritas pajak sering kali mempertanyakan eksistensi dan manfaatkan ekonomis dari jasa dan royalti yang ditransaksikan.
"Untuk membuktikan hal-hal tadi, wajib pajak harus bergantung pada data yang tidak dimiliki, hanya dimiliki oleh lawan transaksi Bapak Ibu. Seringnya, datanya itu ada tapi terlambat," tutur Romi.
Dalam surat edaran terkait dengan pemeriksaan, pemeriksa wajib melakukan penelitian terhadap basis-basis biaya dari penyedia jasa. Oleh karena itu, wajib pajak mau tidak mau perlu menyiapkan informasi tersebut.
"Sekarang kita ada di era transparansi dan automatic exchange of information (AEOI). Jadi, meski data itu tidak di kita, itu bukan alasan lagi untuk tidak memiliki data tersebut. Bapak ibu tidak kasih, pemeriksa bisa saja mendapatkan duluan dari pihak otoritas pajak lawan transaksi," ujar Romi. (rig)