BERITA PAJAK HARI INI

Sri Mulyani Integrasikan 3 Sistem Pendapatan Negara, Coretax Termasuk

Redaksi DDTCNews
Rabu, 02 Juli 2025 | 07.00 WIB
Sri Mulyani Integrasikan 3 Sistem Pendapatan Negara, Coretax Termasuk

JAKARTA, DDTCNews - Kementerian Keuangan akan mengintegrasikan coretax administration system dengan customs-excise information system and automation (CEISA) dan sistem informasi PNBP online (SIMPONI). Topik tersebut menjadi salah satu ulasan media nasional pada hari ini, Rabu (2/7/2025).

Integrasi ketiga sistem pendapatan negara tersebut diperlukan untuk menciptakan pengawasan yang konsisten, reliable, dan akurat. Integrasi coretax, CEISA, dan SIMPONI juga akan meningkatkan kualitas pelayanan kepada pengguna.

"Untuk meningkatkan pelayanan dan meningkatkan transparansi serta akurasi data untuk pemungutan penerimaan negara baik pajak, kepabeanan, maupun PNBP," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

Sebagai informasi, coretax adalah sistem administrasi perpajakan yang dikembangkan oleh Ditjen Pajak (DJP) guna menggantikan sistem sebelumnya, SIDJP. Coretax dikembangkan berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) 40/2018.

Meski sudah diluncurkan sejak awal tahun 2025, implementasi coretax masih diwarnai oleh beragam kendala hingga hari ini. Berkaca pada kondisi tersebut, DJP berkomitmen untuk memperbaiki bug pada coretax selambat-lambatnya pada Juli 2025.

Sementara itu, CEISA adalah sistem informasi yang dikembangkan Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) untuk mengintegrasikan proses administrasi, pengawasan, dan berbagai layanan lainnya kepada pengguna jasa, baik perorangan maupun perusahaan.

CEISA diimplementasikan sejak 2012 dan sudah diperbarui beberapa kali. Saat ini, CEISA yang digunakan adalah CEISA 4.0, yakni aplikasi berbasis web yang mengintegrasikan beberapa modul. Dengan integrasi ini, seluruh modul telah diintegrasikan dalam 1 portal yang bisa diakses tanpa memerlukan installer.

Lalu, SIMPONI adalah sistem billing yang dikelola oleh Ditjen Anggaran (DJA) untuk memfasilitasi pembayaran/penyetoran PNBP dan penerimaan non-anggaran.

Selain topik di atas, ada pula ulasan mengenai kinerja penerimaan pajak yang diproyeksikan tidak tercapai pada tahun ini. Lalu, ada juga bahasan mengenai penerbitan PP 28/2025 dan dampaknya terhadap pelayanan pajak.

Berikut ulasan artikel perpajakan selengkapnya.

DJP Masih Terus Perbaiki dan Update Proses Bisnis Coretax

Seiring dengan rencana integrasi ketiga sistem pendapatan negara tersebut, DJP juga menegaskan otoritas akan terus memperbaiki proses bisnis coretax system meskipun sudah diimplementasikan selama hampir 6 bulan.

Dirjen Pajak Bimo Wijayanto menyebutkan terdapat beberapa proses bisnis coretax yang telah stabil, yaitu pendaftaran wajib pajak dan pembayaran pajak. Saat ini, otoritas masih perlu menyempurnakan beberapa proses bisnis seperti pelaporan SPT dan layanan wajib pajak.

"Untuk registrasi dan pembayaran sudah sangat stabil. Kemudian yang sedang kami sempurnakan ini terkait dengan penyampaian SPT dan pelayanan," ujarnya. (DDTCNews)

Defisit APBN 2025 Diproyeksikan Melebar

Pemerintah memproyeksikan defisit APBN 2025 akan mencapai Rp662 triliun atau 2,78% terhadap produk domestik bruto (PDB).

Outlook defisit tersebut lebih lebar dari yang tertulis dalam UU APBN 2025, yakni Rp616,2 triliun atau 2,53% PDB. Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, pelebaran defisit terjadi antara lain karena pendapatan negara 2025 diperkirakan tidak akan mencapai target.

"Untuk defisit totalnya di Rp662 triliun, menjadi 2,78% dari GDP. Agak lebih lebar dibandingkan APBN awal, tetapi cukup manageable," katanya. (DDTCNews/Kontan)

Penerimaan Pajak Diperkirakan Shortfall pada Tahun Ini

Director of Fiscal Research and Advisory DDTC Bawono Kristiaji menilai penerimaan tahun ini diperkirakan tak mencapai target karena faktor kondisi ekonomi, termasuk melemahnya daya beli. Sebab, kontribusi terbesar penerimaan berasal dari PPN dalam negeri.

Selain itu, melemahnya harga komoditas dan masalah geopolitik memukul sektor pertambangan dan manufaktur. Kedua sektor ini beserta sektor perdagangan besar menjadi sektor utama penyumbang penerimaan negara, terutama dari setoran PPh Badan.

Pemerintah juga telah memperkirakan penerimaan pajak pada tahun ini mencapai Rp2.076,9 triliun, atau 94,9% dari target Rp2.189,3 triliun. Meski target tak tercapai, penerimaan pajak diperkirakan tumbuh 7,5% dibandingkan dengan tahun lalu. (Tempo/DDTCNews)

Tiga Terobosan Penting dalam Penerbitan PP 28/2025, Ada Soal Pajak

Pemerintah meyakini Peraturan Pemerintah No. 28/2025 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko dapat memperkuat transformasi ekonomi nasional ke depannya.

Menurut Sekretaris Kemenko Perekonomian Susiwijono Moegiarso, terdapat 3 terobosan penting dalam PP 28/2025. Pertama, kepastian service level agreement (SLA) dalam penerbitan izin. Kedua, pemberlakuan fiktif positif dalam perizinan.

Ketiga, penyederhanaan proses berbasis pernyataan mandiri melalui online single submission (OSS) bagi usaha mikro dan kecil. PP 28/2025 juga turut menegaskan peran OSS dalam pemberian insentif pajak untuk mendukung penanaman modal. (DDTCNews)

Setoran Bea dan Cukai Semester I/2024 Tumbuh 9,6 Persen

Kementerian Keuangan melaporkan realisasi penerimaan kepabeanan dan cukai pada semester I/2025 senilai Rp147 triliun. Realisasi itu setara dengan 48,74% dari target pada APBN 2025 sebesar Rp301,6 triliun.

Penerimaan kepabeanan dan cukai pada semester I/2025 tumbuh 9,6% secara tahunan (year on year). Namun, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pertumbuhan setoran kepabeanan dan cukai tiap bulannya cenderung fluktuatif, bahkan sempat melonjak ataupun anjlok.

"Untuk penerimaan bea cukai, tiap bulan masih ups and down, cukup volatile. Januari bisa tumbuh double digit, Februari turun jadi minus 7,8%, kemudian Maret tumbuh lagi 41,6%, lalu [April] minus 16% dan tumbuh lagi di 71%," ujarnya. (DDTCNews)

Realisasi Penerimaan Pajak Semester I/2025 Turun 6,21 Persen

Penerimaan pajak pada semester I/2025 tercatat masih mengalami kontraksi sebesar 6,21% dengan realisasi hanya senilai Rp837,8 triliun.

Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, kontraksi penerimaan pajak disebabkan oleh tingginya restitusi serta penerapan tarif efektif PPN sebesar 11%.

"Untuk netonya [pajak] kami lihat memang lebih dalam [kontraksinya]. Kontraksi pada Januari mencapai 41,9% karena restitusi cukup besar. Ini sampai dengan Februari masih terasa," tuturnya. (DDTCNews)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Ingin selalu terdepan dengan kabar perpajakan terkini?Ikuti DDTCNews WhatsApp Channel & dapatkan berita pilihan di genggaman Anda.
Ikuti sekarang
News Whatsapp Channel
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.