Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Otoritas kembali memanfaatkan data dan informasi terkait dengan penegakan hukum dalam bentuk joint investigasi antara Ditjen Pajak (DJP) serta Ditjen Bea dan Cukai (DJBC).
Berdasarkan Laporan Tahunan DJP 2023, pemanfaatan data dan informasi dalam bentuk joint investigasi tersebut menjadi salah satu strategi yang dijalankan pada ranah pemeriksaan bukti permulaan (bukper) pada tahun lalu.
Menurut DJP, sebagai titik awal dari proses penegakan hukum tindak pidana di bidang perpajakan (TPP), pemeriksaan bukper menjadi langkah penting untuk menjaga tingkat kepatuhan wajib pajak. Hal ini untuk mengamankan penerimaan pajak lewat pemulihan kerugian pada pendapatan negara.
“Pemeriksaan bukti permulaan juga mampu menentukan arah penegakan hukum TPP di Indonesia serta menciptakan efek jera di antara wajib pajak,” tulis DJP dalam laporan tersebut, dikutip pada Jumat (13/12/2023).
Adapun hasil kegiatan joint investigasi pada 2023 antara lain, pertama, realisasi penerimaan negara dengan adanya joint investigasi senilai Rp9,4 miliar. Kedua, pelaksanaan one-on-one meeting terkait dengan pembahasan 17 usulan domestic systemically important bank (DSIB).
Ketiga, penyelesaian pemeriksaan bukti permulaan atas 9 wajib pajak DSIB melalui multidoor investigation. Keempat, pemanfaatan bersama data intelijen, data penindakan, dan data penyidikan oleh DJP dan DJBC. Kelima, pelaksanaan monitoring dan evaluasi pelaksanaan joint investigasi dalam rangka penjaminan mutu.
Sebagai informasi kembali, pemeriksaan bukper dilaksanakan oleh pemeriksa bukti permulaan yang menerima penugasan berdasarkan Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan (SPPBP).
Pada awal 2023, DJP mempunyai tunggakan SPPBP yang harus diselesaikan sebanyak 511 surat. Penerbitan SPPBP baru pada 2023 adalah sebanyak 707 surat. Adapun penyelesaian pemeriksaan bukper sepanjang 2023 mencapai 619 laporan. (kaw)