Transfer Pricing Leader and Senior Advisor DDTC Consulting Romi Irawan saat menjadi pembicara dalam seminar yang digelar oleh International Fiscal Association (IFA) Indonesia, Selasa (10/12/2024).
JAKARTA, DDTCNews - Tahapan pendahuluan yang disiapkan oleh wajib pajak dalam transfer pricing documentation (TP Doc) harus bisa menunjukkan bahwa transaksi yang dilakukan wajib pajak tidak bertujuan untuk menghindari kewajiban membayar pajak.
Transfer Pricing Leader and Senior Advisor DDTC Consulting Romi Irawan mengatakan tahapan pendahuluan harus bisa menunjukkan latar belakang, motif, tujuan, dan alasan ekonomis dari suatu transaksi afiliasi.
"Dalam tahapan pendahuluan, kita perlu terlebih dahulu menjelaskan motif dari suatu transaksi sebelum membahas comparability, metode, dan lain sebagainya," katanya dalam seminar yang digelar oleh International Fiscal Association (IFA) Indonesia, Selasa (10/12/2024).
Tahapan pendahuluan bukanlah hal baru dan sudah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 172/2023. Dalam PMK tersebut, ketentuan tahapan pendahuluan diperinci agar wajib pajak dapat lebih mampu dalam menjelaskan motif dari suatu transaksi.
"Wajib pajak harus dapat memberikan informasi yang memadai dalam tahapan ini sehingga pihak otoritas dapat memahami substansi dari transaksi," ujar Romi.
Sebagai informasi, tahapan pendahuluan harus dilakukan atas 7 jenis transaksi yang dipengaruhi hubungan istimewa. Ketujuh transaksi itu, yaitu transaksi jasa, transaksi terkait dengan penggunaan harta tidak berwujud, transaksi keuangan terkait dengan pinjaman, transaksi keuangan lainnya, transaksi pengalihan harta, restrukturisasi usaha, dan kesepakatan kontribusi biaya.
Dalam tahapan pendahuluan tersebut, wajib pajak harus melakukan pembuktian yang menunjukkan bahwa transaksi yang dipengaruhi hubungan istimewa adalah transaksi yang memiliki substansi dan benar-benar dibutuhkan oleh kedua pihak.
Misal, pembuktian dalam tahapan pendahuluan atas restrukturisasi usaha. Terdapat 4 hal yang harus dibuktikan dalam tahapan pendahuluan atas restrukturisasi usaha. Pertama, wajib pajak harus membuktikan motif, tujuan, dan alasan ekonomis dari restrukturisasi usaha.
Kedua, pembuktian atas restrukturisasi usaha sesuai dengan substansi dan keadaan yang sebenarnya, Ketiga, pembuktian manfaat yang diharapkan dari restrukturisasi usaha. Keempat, pembuktian bahwa restrukturisasi usaha tersebut merupakan pilihan terbaik dari berbagai pilihan lain yang tersedia.
Sebagai contoh, perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur bernama PT A melakukan peleburan usaha untuk membentuk perusahaan bernama PT B. Dalam peleburan itu, PT A melakukan pengalihan fungsi distribusi, pengalihan aktiva, dan penyewaan gudang.
Peleburan usaha dilakukan untuk memenuhi ketentuan izin impor yang tercantum dalam peraturan perundang-undangan terkait dengan perdagangan. Dalam regulasi tersebut, produsen harus menunjuk perusahaan distributor yang memiliki izin guna mendistribusikan produk wajib pajak.
Bila tidak melakukan peleburan usaha maka wajib pajak tersebut akan dikenai sanksi pembekuan dan pencabutan izin karena melanggar ketentuan izin impor. Nah, motif restrukturisasi usaha inilah yang perlu dijelaskan dalam tahapan pendahuluan.
"Jadi, sebelum masuk ke metode dan lain-lain, kita perlu fokus pada motif dan tujuan transaksi untuk memastikan tidak niat untuk menghindar dari kewajiban membayar pajak," tutur Romi. (rig)